Jumat, 17 April 2015

Dakka Riwayatmu Kini



Ditengah laju perkembangan modernisasi zaman dan semakin menguatnya paham modernisme dan fundamentalisasi agama menerkam ruang publik kita, tak hanya menjadi penanda dari kemajuan sebuah zaman, tapi juga menjadi ancaman terhadap keberadaan etnis lokal beserta identitasnya. Sungguh ini menjadi sebuah fenomena yang cukup memprihatinkan, karena jangankan untuk mewariskan dan memahamkan kearifan lokal ke generasi kita di masa mendatang, eksistensinya pun nampaknya kian hari makin tergerus.


Tak hanya itu, bahasa lokal pun perlahan mengalami kepunahan akibat dominannya generasi kita mengunakan bahasa nasional (Indonesia) dan asing dalam interaksi sosialnya. Meski kedua bahasa itu sangat penting di era sekarang, tapi bukan berarti kita harus melupakan bahasa ibu kita. Sebab jika hal itu yang terjadi, tentunya kita tidak hanya kehilangan identitas, tapi juga akan kehilangan krakter sebagai warga negara dan manusia yang lahir dan dibentuk oleh tatanan nilai-nilai lokal kita.

Bahasa lokal (daerah) ini menjadi sesuatu yang penting, sebab untuk memahami kearifan lokal, bahasa suku (lokal) tentulah menjadi salah satu sarana, tanpa penguasaan terhadap bahasa lokal tersebut, mustahil kita akan mampu memahami secara utuh kearifan yang tersimpan dalam rahim kebudayaan kita. Dan hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi pada komunitas lokal bernama Dakka. Etnis yang secara kuantitas sangat kecil, dan tidak hanya minim dibicarakan, tapi juga minim perhatian, termasuk dari kalangan generasinya sendiri.

Olehnya itu, karena etnis ini sangat jarang dibicarakan, maka sebagai generasi yang lahir dari rahim bologis dan kultur Dakka, maka sepatutnya untuk kembali membicarakan keberadaan komunitas ini. Apalagi  di era sekarang, wacana kebudayaan dan pergulatan identitas semakin massif terjadi. Dominasi budaya global menjadi wacana yang cukup kencang dalam mendominasi dunia. Apabila kita tidak mampu merebut dan menciptakan ruang, etnis beserta kearifan lokal kita akan selamanya dibicarakan dan tidak akan pernah membicarakan dirinya sendiri.

Selain itu, Identitas lokal kita beserta kearifannya akan terpingirkan oleh dominasi kekuatan baru itu, apalagi nalar modernisasi yang dihembuskan oleh globalisasi, telah berhasil menghegemoni dan mengkontruk cara berpikir sebagian kalangan muda bangsa ini. Jika generasi muda kita saat ini kehilangan indentitas, lalu seperti apa masa depan generasi kita di masa yang akan datang?

Pertanyaan tersebut tentunya tidak hanya membutuhkan jawaban, tapi juga sikap dan prilaku. Apalagi selama ini, secara popularitas kita masih kurang mendapat “ruang” untuk mengorbit diri dan identitas kita. Hal itu boleh jadi karena kita tidak mampu menciptakan ruang, atau paling tidak kita terlena dengan kegensian dan keberadaan kita sebagai suatu komunitas kecil, bernama Dakka.

Padahal kita sebenarnya adalah komunitas besar, meski secara kuantitas sangat kecil. Kita punya sejarah tersendiri dan sejarah ini tidak banyak diketahui orang lain, apalagi generasi kita saat ini. Dan jika sejarah ini sudah hengkang dari nalar pengetahuan kita, maka pada saat yang sama, komunitas Dakka ini hanya akan tinggal menjadi kenangan bagi kita dan generasi kita di masa yang akan datang. Dan pada episode inilah, Dakka hanya akan menjadi cerita tutur (dongeng), yang kerap diceritakan oleh orang tua, sesaat menjelang tidur pulas kita.   

1 komentar:

Unknown mengatakan...

urain di atas angat mengelitik hati nurani kami sebagai generasi muda dakka, tulisan-tulisan segar seperti ini yang dapat membakar semangat baru generasi dakka kedepan sehingga dapat berbuat yang lebih besar. teruslah bekerja dan berbuat untuk kepentingan orang banyak sebagai ladang kebaikan kita masing-masing menuju kehidupan yang aabadi