Kamis, 15 Januari 2015

Gus Dur dan Gagasan Kebangsaan


(Catatanuntuk Mengenang 5 TahunKepergian Gus Dur)
 
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), oleh sebagaian kalangan dikenal sebagaimanusia yang luarbiasa.Bukan hanya karena ketokohannya sebagai Kyai Nahdlatul Ulama (NU) yang penuh kontroversi, tetapi jugadi kenal sebagai seorang politisi, budayawan, seniman, aktivis sosialyang kritis dan intelektual yang mendunia. 

Kehidupan kesehariannya pun terbilang cukup sederhana. Ia tidak meninggalkan harta di dunia perbankan, sebagaimana yang lazim dilakukan oleh sebagian orang-orang yang pernah berkuasa, karena hal itu memang bukan menjadi cita-cita perjuangannya. GusDur hanya meninggalakan keluarga, sahabat, murid-murid yang setia, gagasan dan pemikiran yang darinya kitadapat menimbah ilmu dan bertanya tentang kiprah perjuangan Gus Dur semasa hidupnya.

Oleh karenanya, untuk merawat gagasan dan melanjutkan perjuangan Gus Dur ini, dibentuklah satu komunitas bernama Jaringan Gusdurian (JGD). Komunitas ini di bawah garis Koordinasi Alissa Wahid (putrid sulung Gus Dur) dan tersebar diberbagai wilayah (Kabupaten/Kota) di bangsa ini. Ciri fundamental JGD ini, tidak terlibat politik praktis, melainkan komitmen pada gerakan kultural. Kalaupun harus berpolitik, maka politik yang diusung oleh JGD adalah politik kebangsaan dan kerakyatan, atau yang lebih dikenal dengan istilah politik tanpa panggung.

Selain itu, JGD bukanlah sebuah label yang hadi untuk mengantikan identitas kita, melainkan ia adalah semangat perjuangan, kebersamaan dan persaudaraan yang kosmopolit, tidak mempermasalahkan warna dan latar belakang manusia. Kelompok ini tidak hanya bertugas untuk merawat pemikiran Gus Dur, melainkan juga bertugas untuk melanjutkan perjuangannya.

Hal tersebut dianggap penting, karena ternyata Gus Dur banyak meningalkan ide-ide cemerlang. Salah satunya adalah gagasan tentang kelautan. Gagasan ini juga sekaligus menjadi refleksi kebangsaan kita, karena setelah sekian tahun kita berbangsa dan bernegara, kita hanya memperkuat daratan dan menafikan laut sebagai bahagian dari alam bang sakita.

Fenomenater sebut tentunya sangat terkait juga dengan konstruksi pengetahuan kita selama ini yang banyak didominasi oleh nalar daratan dan menafikan  ilaut sebagai penghubung kepulauan (daratan). Apalagi dalam kenyataannya, bangsa kita tidak dipisahkan oleh laut, melainkan dihubungkan oleh laut. Dan atas dasar itu pula sehingga Gus Dur disebut sebagai bapak kelautan.

Gagasan Kebangsaan
Gagasan kebangsaan Gus Dur tidaklah lahir dari ruang hampa, melainkan lahir dari realitas kehidupan bangsa Indonesia yang plural dan multikultur. Hal tersebut juga diakui oleh mantan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat menyampaikan sambutannya di acara haul Gus Dur yang ke 4, di TebuIreng, Jombang. 

Dalam sambutannya, SBY mengatakan bahwa ada 5 hal yang menjadi gagasan besar Gus Dur dan masih sangat relevan dengan konteks kehidupan bangsaan kita saat ini, yaitu; Pertama; pentingnya membangun kesadaran masyarakat majemuk untuk hidup rukun sebagai upaya untuk menghin dari perpecahan bangsa. Bagi Gus Dur, kerukunan menjadi fundamen dasar keutuhan bangsa, sebab ruh bangsa ini terletak pada keanekaragamannya. Sehingga dibutuhkan kearifan, kesadaran dan kedewasaan untuk mengelolahnya.

Kedua; melawan diskriminasi, baik atas nama agama, budaya dan etnis. Pada kontek sini, perjuangan Gus Dur tidak jarang disalah pahami, khususnya ketika Gus Dur membela orang-orang yang teraniaya yang kebetulan berbeda keyakinan dengannya. Padahal dalam kenyataannya, Gus Dur tidak pernah membela paham, apalagi keyakinan yang berbeda dengan keyakinannya, melainkan membela kemanusiaan, ini demi terciptanya kehidupan masyarakat Indonesia yang setara, jauh dari prilaku diskriminasi.

Ketiga; Peran Negara harus diikurangi, karena rakyatlah yang sejatinya harus banyak berperan untuk kemajuan bangsa dan negaranya. Atas dasar itulah sehingga Gus Dur dikenal sebagai orang yang anti otoritarianisme, yang notabene sampai hari ini masih membayangi kehidupan bangsa kita. Gagasan Gus Dur ini cukup maju karena tidak hanya bermuara pada terciptanya keseimbangan sosial, melaikan juga telah melampui batas zamannya sendiri.

Empat; Negara tidak berhak mengontrol pemikiran rakyatnya. Hal ini dibuktikan saat Gus Dur menjadi Presiden, ia membuka lebar kebebasan berpendapat dan kebebasan informasi (pres) sebagai syarat terciptanya kematangan berdemokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kelima; Dukungan sipil l dan militer harus seimbang. Untuk mengimbangi kekuatan militer dan birokrasi sebagai sayap Negara di masa pemerintahan Soeharto, Gus Dur dengan dukungan NU dan Forum Demokrasi yang dipimpinya tampil menjadi sayap masyarakat sipil, ini demi untuk menciptakan relasi yang seimbang antara sipil dan militer serta mendorong kedua kelompok tersebut agar bisa memahami posisi masing-masing.

Oleh karenanya, di lima tahun kepergian Gus Dur ini, kelima gagasan kebangsaan tersebut di atas penting untuk direfleksikan kembali sebagai wahana untuk menciptakan tatanan kehidupan bangsa yang humanis, demokratisdanberkeadilan, sebagaimana yang menjadikomitmendancita-citaperjuangan Gus Dur semasa hidupnya.

Opini Tribun Timur, 27 Desember 2014

0 komentar: