Arus informasi dan pergerakan
ideologi yang semakin menglobal tidak hanya berdampak pada lahirnya pola
kehidupan yang serba instan, moderen dan bebas, melainkan juga berdampak pada
tradisi serta corak keberagamaan yang semakin menguat dan keras dalam
mendominasi ruang publik bangsa kita.
Salah satunya adalah munculnya
kelompok-kelompok agama, yang tidak hanya berupaya untuk melakukan pemurnian
budaya dan tradisi dengan klaim agama tertentu dari praktek-praktik bid’ah dan
musyrik, melainkan juga seruan serta doktrin tentang kewajiban mendirikan
Negara Islam di bangsa ini.
Menguatnya arus kelompok agama ini,
tentunya tidak lepas dari penguruh globalisasi. Kelompok ini meyakini, bahwa
hanya dengan mendirikan negara Islam, rakyat Indonesia akan sejahterah serta
jauh dari prilaku kebarat-baratan yang sekuler, sebagaimana yang disinyalir
sebagai bahagian dari hegemoni budaya Barat yang mengglobal.
Gerakan Islamisasi Negara ini juga
berpandangan bahwa sistem Negara yang tidak berdasar pada ideologi agama
(Islam) adalah sistem kufur yang harus diislamkan. Sehingga sangat jelas
bahwasanya paham tersebut bertentangan dengan paham Pancasila yang notabene
menjadi ideologi bangsa-Negara kita sejak dari dulu.
Ideologi Transnasional
Fenomena gerakan ideologi agama
dewasa ini cukup mengkawatirkan, karena tanpa disadari ia telah masuk ke dalam
ruang-ruang kehidupan kita serta menjadi cara pandang baru bagi sebagian
generasi muda bangsa ini, sehingga tidak mengherankan jika benturan ideologi
yang dipelopori oleh kalangan anak muda bangsa ini kerap kali terjadi.
Kehawatiran tersebut tentunya sangat
beralasan, mengingat sebagian kalangan muda yang lahir dan besar di bangsa ini
telah terpolarisasi oleh ideologi transnasional, mereka tak lagi berpijak pada
kultur dan tradisi kebangsaannya dalam membaca Indonesia, melainkan telah
mengambil cara padang lain dan berupaya untuk mewujudkannya di bangsa ini.
Efek dari cara pandang tersebut
tidak jarang menuai konflik, akibat dominasi simbol-simbol agama dalam ruang
publik dengan mengacu pada sistem penerapan Negara agama dan pembelakuan hukum
agama bagi bangsa yang multikultur ini.
Hal ini semakin diperparah dengan massifnya
gerakan pemberlakuan perda syariat di beberapa daerah yang mayoritas beragama
Islam, serta pelabelan bid'ah, khurafat dan musyrik terhadap
beberapa adat-istiadat dan tradisi local masyarakat bangsa ini, yang tentunya
tidak hanya akan menjauhkan kita dari kultur lokal bangsa kita sendiri,
melainkan akan semakin mendekatkan bangsa ini pada perpecahan.
Cara pandang seperti ini tentunya
telah menabuh genderang perang terhadap ideologi Negara (Pancasila) yang sejak
dari dulu segaja diletakkan oleh founding father bangsa untuk mengayomi
dan mengakomodasi semua kalangan dari berbagai latar belakang agama, budaya,
etnis, dan Ras yang ada dibangsa ini.
Oleh karenanya sangat disayangkan
jika keanekaragaman bangsa ini harus terkoyak akibat dominasi ideologi baru
yang mengatasnamakan kepentingan agama untuk menguasai bangsa ini. sehingga,
pada konteks inilah dibutuhkan cara pandang yang kritis dalam menelaah dan
membaca setiap arus pergerakan ideologi yang melintasi batas wilayah
Negara-bangsa.
Islam Kultural
Pola gerakan baru yang menjadikan
agama sebagai label ini penting untuk dibaca secara kritis dengan tetap
berpijak pada tradisi kebangsaan. Ini juga sebagai upaya untuk mempertahankan
kultur, tradisi dan identitas kebangsaan kita yang sejak dari dulu menjadi
basis pengetahuan dan cara pandang founding father bangsa ini.
Apalagi di tegah gerakan Islamisasi
dan massifnya kebudayaan bangsa lain berjalan beriringan di bangsa kita dan
tidak jarang saling bersitegang. Dalam konteks inilah, gagasan Islam
Kultural menjadi penting untuk kembali diwacanakan di tegah penetrasi ideologi
dan kebudayaan yang melintasi batas teritorial Negara-bangsa tersebut.
Gagasan Islam kultural ini mencoba
membaca fenomena keberagamaan tanpa harus meningalkan nilai-nilai tradisi dan
budaya yang menjadi perekat persatuan bangsa kita sejak dari dulu. Atau dalam
artian, ber-Islam ala Indonesia dengan tetap berpedoman pada Pancasila dan UUD
1945 sebagai bahagian dari nilai-nilai Islam yang diterjemahkan untuk konteks
Indonesia.
Meminjam ungkapan Gus Dur, kita
tetap ber-islam dengan benar, tanpa harus tercerabut dari akar dan tradisi
kebudayaan kita sebagai bangsa Indonesia.
Cara pandang seperti inilah menjadi
titik temu antara Pancasila dan Islam sebagai agama. Pancasilah adalah fondasi
NKRI, sementara Islam menjadi sumber moral untuk menyemangati kehidupan
kebangsaan kita yang plural dan multikultur.
0 komentar:
Posting Komentar