Kamis, 15 Januari 2015

AGAMA DALAM BINGKAI NKRI


Arus informasi dan pergerakan ideologi yang semakin menglobal tidak hanya berdampak pada lahirnya pola kehidupan yang serba instan, moderen dan bebas, melainkan juga berdampak pada tradisi serta corak keberagamaan yang semakin menguat dan keras dalam mendominasi ruang publik bangsa kita.

Salah satunya adalah munculnya kelompok-kelompok agama, yang tidak hanya berupaya untuk melakukan pemurnian budaya dan tradisi dengan klaim agama tertentu dari praktek-praktik bid’ah dan musyrik, melainkan juga seruan serta doktrin tentang kewajiban mendirikan Negara Islam di bangsa ini.

Menguatnya arus kelompok agama ini, tentunya tidak lepas dari penguruh globalisasi. Kelompok ini meyakini, bahwa hanya dengan mendirikan negara Islam, rakyat Indonesia akan sejahterah serta jauh dari prilaku kebarat-baratan yang sekuler, sebagaimana yang disinyalir sebagai bahagian dari hegemoni budaya Barat yang mengglobal.

Gerakan Islamisasi Negara ini juga berpandangan bahwa sistem Negara yang tidak berdasar pada ideologi agama (Islam) adalah sistem kufur yang harus diislamkan. Sehingga sangat jelas bahwasanya paham tersebut bertentangan dengan paham Pancasila yang notabene menjadi ideologi bangsa-Negara kita sejak dari dulu.

Ideologi Transnasional
Fenomena gerakan ideologi agama dewasa ini cukup mengkawatirkan, karena tanpa disadari ia telah masuk ke dalam ruang-ruang kehidupan kita serta menjadi cara pandang baru bagi sebagian generasi muda bangsa ini, sehingga tidak mengherankan jika benturan ideologi yang dipelopori oleh kalangan anak muda bangsa ini kerap kali terjadi. 

Kehawatiran tersebut tentunya sangat beralasan, mengingat sebagian kalangan muda yang lahir dan besar di bangsa ini telah terpolarisasi oleh ideologi transnasional, mereka tak lagi berpijak pada kultur dan tradisi kebangsaannya dalam membaca Indonesia, melainkan telah mengambil cara padang lain dan berupaya untuk mewujudkannya di bangsa ini.

Efek dari cara pandang tersebut tidak jarang menuai konflik, akibat dominasi simbol-simbol agama dalam ruang publik dengan mengacu pada sistem penerapan Negara agama dan pembelakuan hukum agama bagi bangsa yang multikultur ini. 

Hal ini semakin diperparah dengan massifnya gerakan pemberlakuan perda syariat di beberapa daerah yang mayoritas beragama Islam, serta pelabelan bid'ah, khurafat dan musyrik terhadap beberapa adat-istiadat dan tradisi local masyarakat bangsa ini, yang tentunya tidak hanya akan menjauhkan kita dari kultur lokal bangsa kita sendiri, melainkan akan semakin mendekatkan bangsa ini pada perpecahan.

Cara pandang seperti ini tentunya telah menabuh genderang perang terhadap ideologi Negara (Pancasila) yang sejak dari dulu segaja diletakkan oleh founding father bangsa untuk mengayomi dan mengakomodasi semua kalangan dari berbagai latar belakang agama, budaya, etnis, dan Ras yang ada dibangsa ini.

Oleh karenanya sangat disayangkan jika keanekaragaman bangsa ini harus terkoyak akibat dominasi ideologi baru yang mengatasnamakan kepentingan agama untuk menguasai bangsa ini. sehingga, pada konteks inilah dibutuhkan cara pandang yang kritis dalam menelaah dan membaca setiap arus pergerakan ideologi yang melintasi batas wilayah Negara-bangsa.  

Islam Kultural
Pola gerakan baru yang menjadikan agama sebagai label ini penting untuk dibaca secara kritis dengan tetap berpijak pada tradisi kebangsaan. Ini juga sebagai upaya untuk mempertahankan kultur, tradisi dan identitas kebangsaan kita yang sejak dari dulu menjadi basis pengetahuan dan cara pandang founding father bangsa ini.

Apalagi di tegah gerakan Islamisasi dan massifnya kebudayaan bangsa lain berjalan beriringan di bangsa kita dan tidak jarang saling bersitegang. Dalam konteks inilah, gagasan  Islam Kultural menjadi penting untuk kembali diwacanakan di tegah penetrasi ideologi dan kebudayaan yang melintasi batas teritorial Negara-bangsa tersebut.

Gagasan Islam kultural ini mencoba membaca fenomena keberagamaan tanpa harus meningalkan nilai-nilai tradisi dan budaya yang menjadi perekat persatuan bangsa kita sejak dari dulu. Atau dalam artian, ber-Islam ala Indonesia dengan tetap berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai bahagian dari nilai-nilai Islam yang diterjemahkan untuk konteks Indonesia.  
Meminjam ungkapan Gus Dur, kita tetap ber-islam dengan benar, tanpa harus tercerabut dari akar dan tradisi kebudayaan kita sebagai bangsa Indonesia. 

Cara pandang seperti inilah menjadi titik temu antara Pancasila dan Islam sebagai agama. Pancasilah adalah fondasi NKRI, sementara Islam menjadi sumber moral untuk menyemangati kehidupan kebangsaan kita yang plural dan multikultur.


0 komentar: