Kamis, 04 Desember 2014

Pesona Kota Tarakan



Saat pertama kali menginjakkan kaki di Kota Tarakan, selain bangunan bandara Juwata yang bertaraf Internasional  dan sementara dalam proses pembangunan, di sekitarnya  tak nampak oleh mata penulis akan bangunan mewah, sebagaimana yang lazim menjadi simbol kemegehan dan kebanggaan sebuah Kota. Keberadaan warung makan dan café-café pun hanya bisa di hitung jari. Demikian pula halnya dengan areal parkiran motor dan mobil terlihat cukup sederhana, dan tidak jarang saling berbaur saat menanti kehadiran penumpang /pengunjung di terminal kedatangan bandara. 


Meski demikian, buka berarti kota ini terkesan kumuh, sebagaimana yang menjadi  istilah sosial masyarakat moderen pada umumnya. Karena melihat dari  nama dan megahnya bangunan bandara yang sementara dalam proses ini,  tentulah tersirat keseriusan pemerintah Kota Tarakan untuk berbenah diri  menuju Kota jasa yang bertarap internasional. Demikian pula, sepanjang perjalanan penulis menuju jalan Kusuma Bangsa, tempat di mana penulis akan menginap, nampak sekali  kebersihan  dan pemukiman warga begitu mengesankan. Nampaknya, kebersihan, keteraturan dan keindahan Kota menjadi perhatian serius bagi warga dan pemerintah kota Tarakan. 

Meski hari telah berganti senja, Jalanan begitu longgar dan tidak ditemukan kemacetan sedikit pun, sebagaimana yang lazim ditemukan di Kota-kota besar, seperti Makassar tempat penulis tinggal. Jarak dari bandara Juwata ke jalan Kusuma Bangsa kurang lebih 5 KM, dengan Jarak tempuh kurang  dari stegah Jam. Sepajang perjalanan, penulis menyaksikan deretan banguna bertingkat, yang kebanyakan hasil renovasi dari bangunan tua peninggalan bangsa Kolonial (Jepang dan Belanda), dan sebagian dari bangunan tersebut masih dalam tahap penyelesaian (renovasi).

Demikian pula, rumah-rumah warga tertata rapi dan bersih, tidak nampak dalam amatan penulis akan pemukina kumuh. Tak ada bangunan bertingkat, kecuali pusat pertokoan dan perhotelan. Demikian juga, pembatas rumah (baca; pagar) di tiap-tiap perumahan warga cukup sederhana, dan hanya berukuran rata-rata tinggi 2 meter. Selain itu, pada malam hari, sebahagian warga lebih senang memakir kendaraan (baca; Motor) depan rumah, tanpa ada rasa kawatir sedikit pun akan kehilangan. Hal ini menandakan bahwa tingkat keamanan di Kota ini cukup terjamin. 

Sementara Ruang Publik, seperti café, warung makan, taman Kota juga nampak ramai. Tempat ini tidak hanya difungsikan oleh sebahagaian warga baik remaja maupun Pemuda untuk melepaskan kepenatan setelah seharian beraktivitas, tapi juga menjadi tempat bagi mereka yang telah berkeluarga untuk bercengkrama sambil menikmati hidangan makan malam bersama keluarga. Selain pasar tradisioanal yang ramai pengunjung, di sepajang jalan, kita juga dapat menyaksikan jejeran pedagan kaki lima dengan keramahannya yang khas dalam menyapa pengunjung (pembeli).

Ruang publik tersebut tak pernah sepi dari pengunjung, dan hal itu sekaligus menjadi tanda bahwa  daya beli masyarakat di Kota ini cukup terjangkau. Suasana tersebut mengingatkan penulis akan keindahan kota Yogyakarta, saat penulis menjadi “Pengamen Kereta” beberapa tahun yang lalu.  Keramahan warga dalam menyapa, serta pesona ruang publik yang begitu bersahabat dan jauh dari glamor kehidupan mewah di pusat perkotaan menjadi indentitas tersendiri bagi kota Tarakan.

0 komentar: