Saat pertama
kali menginjakkan kaki di Kota Tarakan, selain bangunan bandara Juwata yang
bertaraf Internasional dan sementara
dalam proses pembangunan, di sekitarnya
tak nampak oleh mata penulis akan bangunan mewah, sebagaimana yang lazim
menjadi simbol kemegehan dan kebanggaan sebuah Kota. Keberadaan warung makan
dan café-café pun hanya bisa di hitung jari. Demikian pula halnya dengan areal
parkiran motor dan mobil terlihat cukup sederhana, dan tidak jarang saling
berbaur saat menanti kehadiran penumpang /pengunjung di terminal kedatangan
bandara.
Meski demikian,
buka berarti kota ini terkesan kumuh, sebagaimana yang menjadi istilah sosial masyarakat moderen pada
umumnya. Karena melihat dari nama dan
megahnya bangunan bandara yang sementara dalam proses ini, tentulah tersirat keseriusan pemerintah Kota
Tarakan untuk berbenah diri menuju Kota
jasa yang bertarap internasional. Demikian pula, sepanjang perjalanan penulis
menuju jalan Kusuma Bangsa, tempat di mana penulis akan menginap, nampak
sekali kebersihan dan pemukiman warga begitu mengesankan.
Nampaknya, kebersihan, keteraturan dan keindahan Kota menjadi perhatian serius
bagi warga dan pemerintah kota Tarakan.
Meski hari telah
berganti senja, Jalanan begitu longgar dan tidak ditemukan kemacetan sedikit
pun, sebagaimana yang lazim ditemukan di Kota-kota besar, seperti Makassar
tempat penulis tinggal. Jarak dari bandara Juwata ke jalan Kusuma Bangsa kurang lebih 5 KM,
dengan Jarak tempuh kurang dari stegah
Jam. Sepajang perjalanan, penulis menyaksikan deretan banguna bertingkat, yang
kebanyakan hasil renovasi dari bangunan tua peninggalan bangsa Kolonial (Jepang
dan Belanda), dan sebagian dari bangunan tersebut masih dalam tahap
penyelesaian (renovasi).
Demikian pula,
rumah-rumah warga tertata rapi dan bersih, tidak nampak dalam amatan penulis
akan pemukina kumuh. Tak ada bangunan bertingkat, kecuali pusat pertokoan dan
perhotelan. Demikian juga, pembatas
rumah (baca; pagar) di tiap-tiap perumahan warga cukup sederhana, dan hanya
berukuran rata-rata tinggi 2 meter. Selain itu, pada malam hari, sebahagian warga
lebih senang memakir kendaraan (baca; Motor) depan rumah, tanpa ada rasa
kawatir sedikit pun akan kehilangan. Hal ini menandakan bahwa tingkat keamanan di
Kota ini cukup terjamin.
Sementara Ruang
Publik, seperti café, warung makan, taman Kota juga nampak ramai. Tempat ini
tidak hanya difungsikan oleh sebahagaian warga baik remaja maupun Pemuda untuk melepaskan
kepenatan setelah seharian beraktivitas, tapi juga menjadi tempat bagi mereka yang
telah berkeluarga untuk bercengkrama sambil menikmati hidangan makan malam
bersama keluarga. Selain pasar tradisioanal yang ramai pengunjung, di sepajang
jalan, kita juga dapat menyaksikan jejeran pedagan kaki lima dengan
keramahannya yang khas dalam menyapa pengunjung (pembeli).
Ruang publik
tersebut tak pernah sepi dari pengunjung, dan hal itu sekaligus menjadi tanda
bahwa daya beli masyarakat di Kota ini
cukup terjangkau. Suasana tersebut mengingatkan penulis akan keindahan kota
Yogyakarta, saat penulis menjadi “Pengamen Kereta” beberapa tahun yang
lalu. Keramahan warga dalam menyapa,
serta pesona ruang publik yang begitu bersahabat dan jauh dari glamor kehidupan
mewah di pusat perkotaan menjadi indentitas tersendiri bagi kota Tarakan.
0 komentar:
Posting Komentar