Minggu, 08 Desember 2013

Menyoal Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan Gratis



Sejak dari dulu kota Makassar dikenal sebagai kota terbuka. Keanekaragaman agama, budaya dan ras menjadi penanda bahwasanya kota Makassar adalah kota multikultur, kota yang menjadi area perjumpaan berbagai macam keanekaragaman yang berbarengan dengan kemajuan kemegahan pembangunan fisik dari tahun-ketahun.

Meski demikian, dalam faktanya, keindahan kota ini tidaklah berbanding lurus dengan tingkat kemajuan dan akses pelayanan terhadap sebagian masyarakatnya. Keindahan dan Kemajuan pembangunan fisik tersebut nampaknya masih hanya sebatas simbol kemegahan kota yang tidak diiringi dengan prilaku “beradab” oleh sebahagian warganya.

Fenomena tawuran antar lorong, aksi brutal geng motor yang seolah tiada hentinya menelan korban, serta berbagai kasus kekerasan lainnya menjadi alasan yang cukup kuat untuk mengatakan bahwa Makassar masih menjadi kota yang rawan akan tidakan kekerasan, dan dari keyataan ini pula kita dapat melihat bahwa tidak selamanya keindahan bagunan fisik itu sekaligus menjadi simbol keberadaban dan kemajuan masyarakatnya.

Fenomena lain yang yang juga masih menjadi persoalan besar adalah masalah kemiskinan dan akses pelayanan terhadap masyarakat. Meski berbagai program telah diupayakan untuk meminimalisir persoalan tersebut, mulai dari program raskin hingga pencanangan pendidikan dan kesehatan gratis yang notabene menjadi visi-misi Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin pada periode awal kepemimpinannya, ternyata belum dirasakan secara maksimal oleh sebahagian warga.

Keluhan Warga
Banyaknya keluhan warga terkait pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis menjadi bukti bahwasa program tersebut belum bisa memenuhi hak-hak sebagian warga. Bahkan disatu sisi, terkadang pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis tersebut ternodai oleh prilaku diskriminatif dan pelayanan asal-asalan terhadap mereka (pasien) miskin.

Sebagaimana yang menjadi keluhan salah seorang warga Tamalate bernama Fausiah terkait pelayanan salah satu rumah sakit di kota ini, karena yang kebetulan berobat adalah orang miskin (gratis) pelayananya pun asal-asalan, termasuk fasilitas seperti WC dan air. Padahal kedua fasilitas tersebut menurutnya sangat penting untuk menopan kesehatan pasien yang sedang dirawat.

Selain itu, kelengkapan administrasi pasien terkadang masih lebih diutamakan, ketimbang harus menolong (nyawa) manusia yang sedang sakit. Padahal sejatinya, dengan adanya program gratis dari pemerintah warga miskin semakin merasa nyaman karena terlayani dengan baik, khususnya bagi mereka yang sedang sakit, sehingga beban mereka pun tidak semakin berat.

Demikian pula, pelaksanaan program gratis ini juga kerap kali dinodai dengan adanya pungutan liar oleh salah satu intansi atau lembaga pemerintah dengan mengatasnamakan uang administrasi, pembayaran LKS dan buku, uang jaminan, sumbangan serta beberapa alasan lainnya untuk membenarkan pungutan liar tersebut, sehingga warga pun semakin bingung dengan program gratis tersebut.

Audit Sosial
Salah satu upaya yang sementara dilakukan oleh pemerintah kota Makassar untuk meminimalisir persoalan tersebut adalah pelaksanaan program audit sosial dengan melibatkan warga sebagai penerima mamfaat program sebagai tim auditor.

Audit sosial adalah sebuah program dimana warga yang terkena dampak dari kebijakan program gratis dilibatkan dalam mengevaluasi pelaksanaan program pemerintahan, sebagai upaya untuk membuka tabir yang sesunguhnya agar masyarakat dan pemerintah dapat mengetahui fenomena yang sebenarnya terjadi di lapangan, khususnya yang terkait masalah kesehatan dan pendidikan gratis.

Program ini cukup berhasil membongkar tabir ketidak-sinergian pemerintah kota dengan beberapa intansinya dalam pelaksanaan program gratis tersebut. Banyaknya warga mengeluhkann pungutan liar menjadi salah satu bukti akan hal itu. Dan nampaknya Keluhan tersebut lebih banyak ditemukan ketimbang keberhasilan program gratis yang menjadi andalan pemerintah ini.

Meski demikian kita juga patut berbangga atas kesediaan Walikota Makassar untuk diaudit, ini adalah merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas sebuah sistem pemerintahan, karena sangat jarang kita temukan pemimpin seperti ini. Namun  yang harus juga dipahami bahwa hasil dari program audit sosial ini tidak hanya berhenti pada tataran transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, melainkan sejauh mana menindaklanjuti dan menyelesaikan temuan-temuan audit sosial tersebut. (Tribun Timur, 07 Desember 2013)












0 komentar: