Idul Adha adalah hari
raya yang erat kaitannya dengan sejarah kehidupan dan pengurbanan Nabi Ibrahim
As. Pengurbanan Ibrahim ini telah menjadi ritual keagamaan yang setiap tahunnya
diperingati secara serentak oleh ummat Islam di seluruh penjuru dunia,
khususnya bagi mereka yang berkecukupan, senantiasa melaksanakan ritual penyembelihan
hewan kurban demi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sekaitan
dengan itu, ada beberapa hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa pengurbanan
Nabi Ibrahim, yaitu; Pertama, Allah SWT
hendak memperlihatkan kasih sayang dan kemahakuasaan-Nya, dimana saat Ismail
akan disembeli oleh ayahnya dalam sebuah altar penyembelihan, tiba-tiba Ismail diganti
dengan seekor Domba.
Bisa
dibayangkan, andaikan Allah SWT tidak memperlihatkan kasih sayang dan
kemahakuasaa-Nya pada saat itu, maka besar kemungkinan sejarah pengurbanan tersebut
akan terus berlanjut, dan mungkin saja akan menjadi ritual keagamaan kita saat ini,
dimana setiap perayaan idul adha kita
akan menyaksiakan parade penyembelihan manusia atas manusia untuk kepentingan ibadah.
Kedua; Dijadikannya Domba sebagai pengganti
sembelihan Ibrahim menjadi sebuah penanda bahwasanya Allah SWT tidak
membenarkan pengurbanan nyawa manusia, meskipun untuk kepentingan agama atau
Tuhan. Peristiwa tersebut juga sekaligus sebagai bentuk penghargaan Tuhan terhadap
harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang paling mulia disisi-Nya.
Ketiga; Perintah untuk berkurban sekaligus
menjadi ujian keimanan bagi keluarga Ibrahim. Allah SWT hendak menguji sebarapa
besar ketulusan dan kecintaan mereka kepada Tuhannya, sehingga ia pun diperintahkan
untuk mengorbankan sesuatu yang sangat ia cintai, yaitu putra semata wayangnya
yang telah lama dinantikan kehadirannya.
Hal itu sekaligus
mengambarkan bahwa betapa ketulusan dalam berkorban akan menjadi berarti di hadapan
Allah jika yang dikorbankan adalah sesuatu yang sangat kita cintai dan sayangi,
agar pengurbanan tersebut layak disebut sebagai ibadah, ketaqwaan dan keimanan
kita kepada-Nya.
Merayakan
Kehidupan
Dalam
konteks lain, ibadah kurban bukan hanya sekedar ibadah individual, melainkan
juga sebagai ibadah sosial dalam upaya untuk merayakan kehidupan. Meminjam
pendapat Yongki Karman, merayakan
kehidupan berlawanan dengan cara hidup yang menjadikan kematian sebagai jalan
dan tujuan perjuangan. Demikian juga, merayakan kehidupan tentunya berlawanan
dengan tindakan kekerasan yang akan melahirkan serta memperpanjang daftar penderitaan
dan kematian bagi ummat manusia.
Selain itu, Imam
Al-Ghazali dalam salah satu karyanya yang berjudul Al-Ihya Ulumuddin menegaskan pentingnya untuk merayakan kehidupan
dengan jalan menghargai jiwa yang melekat pada diri setiap manusia, karena jiwa
adalah milik Tuhan dan hanya Tuhanlah yang berhak atasnya.
Oleh karenanya,
menurut Imam Al-Ghasali, jiwa adalah salah satu bahagian dari lima prinsip
dasar kehidupan yang harus dijaga, disamping pentingnya menjaga harta, akal,
keturunan dan agama. Kelima prinsip inilah yang sejatinya bisa menjadi fundamen
kehidupan sosial kita di tegah maraknya aksi kekerasan, baik yang mengatasnamakan
kelompok, agama dan telebih untuk kepentingan Tuhan.
Sejarah pengurbanan
Nabi Ibrahim pada hakekatnya adalah sejarah pengurbanan untuk kepentingan
kemanusiaan, bukan mengorbankan manusia dengan mengatasnamakan kepentingan ibadah,
agama dan terlebih lagi untuk kepentingan Tuhan. Karena tidak mungkin Allah SWT
yang maha pengasih dan maha penyayang rela menerima persembahan atau pengurbanan
manusia dengan cara menyakiti manusia.
Pada akhirnya, pesan
humanis yang terdapat dalam ibadah kurban adalah upaya untuk memutus tradisi
pembunuhan manusia demi “kepentingan Tuhan dan kelompok”. Membunuh manusia
hanya dibenarkan dalam kerangka untuk kemaslahatan kemanusiaan yang lebih
besar, artinya tidak dibenarkan mengorbankan manusia dengan dalih yang
manipulatif, sekalipun diklaim demi kepentingan Tuhan (Husain Muhammad, 2005).
Hal itu sekaligus mengambarkan bahwa betapa ketulusan dalam berkorban akan menjadi berarti di hadapan Allah jika yang dikorbankan adalah sesuatu yang sangat kita cintai dan sayangi, agar pengurbanan tersebut layak disebut sebagai ibadah, ketaqwaan dan keimanan kita kepada-Nya.
Merayakan Kehidupan
Dalam konteks lain, ibadah kurban bukan hanya sekedar ibadah individual, melainkan juga sebagai ibadah sosial dalam upaya untuk merayakan kehidupan. Meminjam pendapat Yongki Karman, merayakan kehidupan berlawanan dengan cara hidup yang menjadikan kematian sebagai jalan dan tujuan perjuangan. Demikian juga, merayakan kehidupan tentunya berlawanan dengan tindakan kekerasan yang akan melahirkan serta memperpanjang daftar penderitaan dan kematian bagi ummat manusia.
Selain itu, Imam Al-Ghazali dalam salah satu karyanya yang berjudul Al-Ihya Ulumuddin menegaskan pentingnya untuk merayakan kehidupan dengan jalan menghargai jiwa yang melekat pada diri setiap manusia, karena jiwa adalah milik Tuhan dan hanya Tuhanlah yang berhak atasnya.
Oleh karenanya, menurut Imam Al-Ghasali, jiwa adalah salah satu bahagian dari lima prinsip dasar kehidupan yang harus dijaga, disamping pentingnya menjaga harta, akal, keturunan dan agama. Kelima prinsip inilah yang sejatinya bisa menjadi fundamen kehidupan sosial kita di tegah maraknya aksi kekerasan, baik yang mengatasnamakan kelompok, agama dan telebih untuk kepentingan Tuhan.
Sejarah pengurbanan Nabi Ibrahim pada hakekatnya adalah sejarah pengurbanan untuk kepentingan kemanusiaan, bukan mengorbankan manusia dengan mengatasnamakan kepentingan ibadah, agama dan terlebih lagi untuk kepentingan Tuhan. Karena tidak mungkin Allah SWT yang maha pengasih dan maha penyayang rela menerima persembahan atau pengurbanan manusia dengan cara menyakiti manusia.
Pada akhirnya, pesan humanis yang terdapat dalam ibadah kurban adalah upaya untuk memutus tradisi pembunuhan manusia demi “kepentingan Tuhan dan kelompok”. Membunuh manusia hanya dibenarkan dalam kerangka untuk kemaslahatan kemanusiaan yang lebih besar, artinya tidak dibenarkan mengorbankan manusia dengan dalih yang manipulatif, sekalipun diklaim demi kepentingan Tuhan (Husain Muhammad, 2005).
0 komentar:
Posting Komentar