Rabu, 15 Agustus 2012

Kearifan Lokal Dalam Pentas Kehidupan Global


Oleh: Suaib Amin Prawono

Modernisasi telah banyak melahirkan berbagai perubahan, khususnya yang terkait dengan kehidupan sosial manusia. Perubahan tersebut tidak hanya terjadi dalam betuk fisik (pembangunan) melaingkan juga pada prilaku serta cara pandang manusia terhadap kehidupannya. Menurut Antony Gidens, modernisasi telah menghadirkan pola kehidupan baru yang ditandai dengan meningkatnya arus informasi, imajinasi, simbol, identitas dan life `stayl yang kesemuanya itu bisa diperoleh dengan jalan membeli.

Disatu sisi, globalisasi yang merupakan anak kandung dari modernisasi telah memudarkan tatanan nilai-nilai kebudayaan kita dan mengikibatkan terjadinya cultural shock di tingkatan lokal. Indikasi dari cultural Shock ini ditandai dengan terjadinya pergeseran norma-norma keluarga, Pergeseran figur dan ideologi publik, pergeseran tata nilai kehidupan dalam masyarakat, perubahan radikal dalam dunia mode (fashion), serta perubahan menu selera makan bagi sebahagian kalangan generasi bangsa ini.

Fakta dari kehidupan moderen ini menggiring pola kehidupan kita serba mewah dan seolah “memaksa” kita untuk selalu menikmati dan mengukuti apa yang menjadi tawaran pasar global tersebut, dan hal ini pun nampaknya sudah menjadi gaya hidup serta ideologi baru dalam tatanan kehidupan kita dewasa ini.  Sehingga pola hidup kita pun lambat laun mengalami pergeseran, dimana kita tidak lagi mementingkan kebutuhan, tapi lebih dari pada pemenuhan keinginan yang bisa jadi tidak penting.

Fenomena tersebut pun mengakibatkan terjadinya degradasi kearifan lokal dalam tatanan kehidupan masyarakat kita, tergantikan dengan pola kehidupan yang berorientasi pada dunia materi dengan meneguhkan prisip hidup “ada uang ada jasa”. Akibatnya, relasi sosial antar masyarakat lambat laun mengalami keterpurukan sosial dikerenakan semakin menipisnya ruang keihlasan dan rasa kebersamaan diantara sesama.

Kearifan lokal masayarakat kita yang yang didalamnya tersimpan nilai-nilai humanis seperti budaya gotong royong, toleran (sipakala’bi), Humanis (sipakatau) serta rasa Kepedulian sosial (sipakainga) diantara sesama pun lambat laun mengalami pergeseran nilai akibat dominasi kehidupan yang bersifat konsumeris dan hedonis. Fenomena ini, semakin diperparah dengan adanya prilaku sebahagian masyarakat kita yang lebih suka menikmati kehidupan menyendiri ketimbang membuka ruang kebersamaan diantara sesama.

Demikian juga halnya dengan pola hidup masyarakat yang masih setia menjalangkan tradisinya dipandang sebagai masyarakat kolot, primitif, jumud serta tradisional. Cara pandang seperti ini menjadi penyebab utama kearifan lokal masyarakat kita semakin ter-degradasi.

Budaya Global

Sebahagian orang Barat memaknai kebudayaan sebagai keberadaban, sementara keberadaban dihubungkan dengan modernitas. Sehingga orang yang beradab menurut kacamata mereka, adalah mereka yang maju secara moderen (Ahyar Anwar, 2010). Dengan demikian, prilaku atau sesuatu yang sifatnya klasik dan tradisional dianggap sebagai prilaku primitif, tidak moderen serta tidak ilmiah dan hanya mungkin bisa dijadikan sebagai pajangan untuk tujuan wisata.

Pembentukan budaya global dilatari oleh peran media informasi dan komunikasi serta partisipasi massa dalam ekonomi pasar yang bertujuan untuk menciptakan komodifikasi, komersialisasi dan budaya konsumerisme. Dengan dukungan penuh dari media informasi tersebut, budaya global semakin leluasa memainkan perannya dalam menginvansi tatanan kehidupan manusia serta mencoba menggirinnya dalam satu paradigma tentang dunia yang tiada lain sebagai bentuk rekaya sosial mereka (kapitalisme) untuk membuka lebar pergerakan pasar dunia yang disponsori oleh kapitalisme global.

Hal tersebut pun semakin menyulitkan posisi kearifan Lokal kita untuk tampil menjadi pesan moral ditegah degradasi kehidupan moralitas bangsa. Kerisauan akan adanya fakta dimana kearifan Lokal nusantara mulai dikebiri oleh sebahagian generasinya disebapkan karena cara pandang mereka dalam melihat kearifan lokalnya didominasi oleh nalar berpikir yang dikontruksi oleh paradigma globalisasi.  

Sebagaimana yang lazim diketahui, budaya adalah buah dari karya, rasa dan cipta manusia yang lahirkan dari proses refleksi kehidupan sosial yang cukup panjang. Hasil dari refleksi inilah yang menjadi inspirasi kehidupan manusia dalam membangun tata peradabannya. Dan hasil ispirasi ini pulalah yang kemudian diterjemahkan oleh sebahagian masyarakat lokal sebagai bentuk kearifan hidup atau yang lebih dikenal dengan istilah kearifan lokal.

Melestarikan Keariafan Lokal

Dalam pradigma postmodernisme, kearifan Lokal menjadi objek kajian penting dan dianggap sebagai sesuatu yang masih sangat relevan dengan kehidupan kekinian. Kearifan lokal dihadirkan oleh kalangan postmodernis (Posmo), disamping sebagai bentuk kritikan juga dimaksudkan untuk membentuk nalar konstruktif kaum modernisme yang telah lama meninggalkan sebahagian nilai-nilai kemanusiaan.

Komitmen pemikiran postmodernisme berkeinginan untuk menjaga sesuatau yang bersifat alamiah dan khas dalam kehidupan kita, sebab struktur dasar kita adalah apa yang tercipta dalam negeri bukan apa yang datang dari luar. Olehnya itu, kalangan postmodernisme tetap eksis dalam mewacanakan penghargaan terahadap struktur kebudayaan lokal termasuk kearifan yang tersimpan didalamnya untuk tetap dilestarikan dalam menyapa peradaban modern yang sudah mengglobal.

Pola hidup ala modernisasi global yang menawarkan dua opsi model kehidupan, yaitu menjadi orang-orang modern dengan meniggalkan tradisi atau menjadi orang yang tradisional dengan melawan produk modernisasi melahirkan cara berpikir ala schizphreenia, yaitu kepribadian yang terbelah atau berposisi diantara dua pilihan, disatu sisi ikut dengan kemoderenan dan disisi lain tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi yang dianggap masih relevan dengan konteks kekinian.

Tentunya hanya dengan model seperti ini yang bisa kita aktualisasikan sebagai bahagian dari usaha kita dalam menjaga kearifan lokal bangsa. Sebab menjadi orang moderen tidaklah semestinya mengkiblat pada peradaban orang lain, melaingkan kita harus mampu menyelami kearifan budaya kita sendiri kemudian mendialogkan dengan peradaban bangsa lain yang sedang berkembang tanpa harus tercerabut dari akar kebudayaan kita.

0 komentar: