Kearifan
Politik Calon Gubernur Sulsel
Oleh;
Suaib Amin Prawono
Pertemuan Syahrul
Yasin Limpo (SYL) dan Ilham Arief Sirajuddin (IAS) di kantor Gubernur Sulawesi
Selatan beberapa hari lalu menjadi salah satu bukti bahwasanya perbedaan kepentingan
dan persaingan dalam dunia politik tidaklah selamanya menyisakan dendam apalagi
kebencian, namun lebih pada upaya terbukanya ruang komunikasi serta utuhnya jalinan
persaudaraan diantara sesama.
Kehadiran IAS di
Kantor Gubernur yang kemudian disambut baik oleh SYL merupakan cerminan dari perilaku
kesantunan serta kedewasaan berpolitik yang hanya mungkin dapat dilakukan oleh
manusia-manusia cerdas serta tahu akan aturan adat-istiadat budaya lokal Sulawesi
Selatan. Pertemuan tersebut juga sekaligus menyisakan pelajaran berharga untuk
kita semua, dimana kedewasaan dalam berpolitik menjadi hal yang sangat urgen
untuk kita sematkan dalam dinamika kehidupan sosial kita.
Suasana
keakraban yang begitu erat yang terbingkai dalam satu rasa persaudaraan seolah
memberikan sinyal kepada segenap warga masyarakat Sulsel, bahwa persaudaraan
lebih utama dari pada pertikaian. Jangan karena perbedaan kepentingan lantas
jalinan persaudaraan harus tercederai, apalagi jika pertikaian tersebut terjadi
hanya untuk memenuhi ambisi kepentingan politik yang sifatnya sementara.
Fakta tersebut pun menjadi salah satu bukti
akan ketulusan serta kebijaksanaan calon pemimpin kita. Mereka mampu memahami
bahwa jalinan persaudaraan yang sebenarnya tidak hanya lahir dari ruang
persamaan, melainkan juga lahir dari ruang perbedaan yang mengalir dalam satu
nalar kesadaran akan pentingnya rasa kebersamaan dan saling pengertian diantara
sesama dalam membangun Sulawesi Selatan kedepan.
Demikian juga,
keteguhan serta ketulusan hati kedua elit politik Sulsel ini untuk saling
terbuka dan membangun komunikasi sangat patut untuk kita apresiasi secara
bersama-sama. Sebab hal tersebut adalah merupakan cerminan dari sikap
keterbukaan dan kejujuran manusia-manusia bijak yang paham akan realitas
kehidupan sosial yang sarat dengan berbagai macam perbedaan dan kepentingan.
Selain itu, tradisi
mappatabe yang merupakan bentuk penghargaan seorang yunior terhadap orang
lebih senior nampaknya sangat jelas juga kita temukan dalam pertemuan ke-dua
tokoh sulsel ini. IAS yang merasa diri sebagai Adek menganggap perlu untuk
menemui sang Kakak dan sekaligus meminta restunya untuk maju menjadi kandidat
Gubernur. Sementara SYL yang juga sebagai seorang kakak, dengan legowo
memberikan izin kepada adeknya untuk turut berpartisipasi dalam pilkada Sulawesi
Selatan, meskipun pada nantinya keduanya harus bersaing untuk memperebutkan
kursi Gubernur Sulawesi Selatan.
Sebagai orang
yang dibesarkan dalam lingkup budaya dan tradisi Bugis-Makassar, sikap seperti
itu adalah cerminan dari nilai-nilai budaya sipakatau, sipakala’bi dan
sipakainga. Kedua tokoh ini telah berhasil meletakkan sebahagian pondasi
kearifan lokal budaya Sulsel tersebut dalam dunia politik. Hal ini menjadi
penting sebab pertarungan dalam dunia politik tidak jarang menyisakan dendam,
kekerasan dan pemutusan hubungan persaudaraan diantara sesama, baik sebelum dan
sesudah pilkada digelar.
Apa yang
dilakukan oleh kedua elit partai ini adalah merupakan implementasi awal dari
nilai-nilai demokrasi lokal yang mensyaratkan adanya sikap keterbukaan,
kejujuran, kebebasan dan musyawarah. Keduanya sadar bahwa kesantutan,
keterbukaan serta kejujuran dalam berpolitik menjadi sebuah keniscayaan untuk
selalu dikedepankan demi kemajuan perpolitikan Sulsel kedepan. Sebab berbagai
macam kecurangan dan tindak kekerasan yang terjadi dalam setiap pelaksanaan
pilkada tiada lain adalah imbas dari krisisi kemanusiaan kita yang tidak mampu menghargai
pilihan dan kehidupan manusia lain yang kebetulan berbeda dengan kita.
Olehnya itu, budaya
sipakatau, sipakalaqbi dan sipakainga yang di dalamnya tersimpan
nilai-nilai kejujuran, kesantunan dan musyawarah harus mampu menjadi kekuatan
moral yang senantiasa membumi dalam dinamikan kehidupan sosial-politik kita,
karena hanya jalan ini kita mampu menemukan ruang kebersamaan serta wujud nalai-nilai
toleransi yang aktif. Demikian juga halnya, dengan kerifan lokal tersebut kita
mampu mewujudkan jalinan persaudaraan yang utuh diatas perbedaan ideologi,
agama dan budaya. Singkatnya, meminjam istilah Syafi’I Maarif Bersaudara dalam
perbedaan, berbeda dalam persaudaraan.
0 komentar:
Posting Komentar