Rabu, 15 Agustus 2012


Kearifan Politik Calon Gubernur Sulsel
Oleh; Suaib Amin Prawono

Pertemuan Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Ilham Arief Sirajuddin (IAS) di kantor Gubernur Sulawesi Selatan beberapa hari lalu menjadi salah satu bukti bahwasanya perbedaan kepentingan dan persaingan dalam dunia politik tidaklah selamanya menyisakan dendam apalagi kebencian, namun lebih pada upaya terbukanya ruang komunikasi serta utuhnya jalinan persaudaraan diantara sesama.

Kehadiran IAS di Kantor Gubernur yang kemudian disambut baik oleh SYL merupakan cerminan dari perilaku kesantunan serta kedewasaan berpolitik yang hanya mungkin dapat dilakukan oleh manusia-manusia cerdas serta tahu akan aturan adat-istiadat budaya lokal Sulawesi Selatan. Pertemuan tersebut juga sekaligus menyisakan pelajaran berharga untuk kita semua, dimana kedewasaan dalam berpolitik menjadi hal yang sangat urgen untuk kita sematkan dalam dinamika kehidupan sosial kita.

Suasana keakraban yang begitu erat yang terbingkai dalam satu rasa persaudaraan seolah memberikan sinyal kepada segenap warga masyarakat Sulsel, bahwa persaudaraan lebih utama dari pada pertikaian. Jangan karena perbedaan kepentingan lantas jalinan persaudaraan harus tercederai, apalagi jika pertikaian tersebut terjadi hanya untuk memenuhi ambisi kepentingan politik yang sifatnya sementara.

Fakta tersebut pun menjadi salah satu bukti akan ketulusan serta kebijaksanaan calon pemimpin kita. Mereka mampu memahami bahwa jalinan persaudaraan yang sebenarnya tidak hanya lahir dari ruang persamaan, melainkan juga lahir dari ruang perbedaan yang mengalir dalam satu nalar kesadaran akan pentingnya rasa kebersamaan dan saling pengertian diantara sesama dalam membangun Sulawesi Selatan kedepan.

Demikian juga, keteguhan serta ketulusan hati kedua elit politik Sulsel ini untuk saling terbuka dan membangun komunikasi sangat patut untuk kita apresiasi secara bersama-sama. Sebab hal tersebut adalah merupakan cerminan dari sikap keterbukaan dan kejujuran manusia-manusia bijak yang paham akan realitas kehidupan sosial yang sarat dengan berbagai macam perbedaan dan kepentingan.

Selain itu, tradisi mappatabe yang merupakan bentuk penghargaan seorang yunior terhadap orang lebih senior nampaknya sangat jelas juga kita temukan dalam pertemuan ke-dua tokoh sulsel ini. IAS yang merasa diri sebagai Adek menganggap perlu untuk menemui sang Kakak dan sekaligus meminta restunya untuk maju menjadi kandidat Gubernur. Sementara SYL yang juga sebagai seorang kakak, dengan legowo memberikan izin kepada adeknya untuk turut berpartisipasi dalam pilkada Sulawesi Selatan, meskipun pada nantinya keduanya harus bersaing untuk memperebutkan kursi Gubernur Sulawesi Selatan.

Sebagai orang yang dibesarkan dalam lingkup budaya dan tradisi Bugis-Makassar, sikap seperti itu adalah cerminan dari nilai-nilai budaya sipakatau, sipakala’bi dan sipakainga. Kedua tokoh ini telah berhasil meletakkan sebahagian pondasi kearifan lokal budaya Sulsel tersebut dalam dunia politik. Hal ini menjadi penting sebab pertarungan dalam dunia politik tidak jarang menyisakan dendam, kekerasan dan pemutusan hubungan persaudaraan diantara sesama, baik sebelum dan sesudah pilkada digelar.

Apa yang dilakukan oleh kedua elit partai ini adalah merupakan implementasi awal dari nilai-nilai demokrasi lokal yang mensyaratkan adanya sikap keterbukaan, kejujuran, kebebasan dan musyawarah. Keduanya sadar bahwa kesantutan, keterbukaan serta kejujuran dalam berpolitik menjadi sebuah keniscayaan untuk selalu dikedepankan demi kemajuan perpolitikan Sulsel kedepan. Sebab berbagai macam kecurangan dan tindak kekerasan yang terjadi dalam setiap pelaksanaan pilkada tiada lain adalah imbas dari krisisi kemanusiaan kita yang tidak mampu menghargai pilihan dan kehidupan manusia lain yang kebetulan berbeda dengan kita.

Olehnya itu, budaya sipakatau, sipakalaqbi dan sipakainga yang di dalamnya tersimpan nilai-nilai kejujuran, kesantunan dan musyawarah harus mampu menjadi kekuatan moral yang senantiasa membumi dalam dinamikan kehidupan sosial-politik kita, karena hanya jalan ini kita mampu menemukan ruang kebersamaan serta wujud nalai-nilai toleransi yang aktif. Demikian juga halnya, dengan kerifan lokal tersebut kita mampu mewujudkan jalinan persaudaraan yang utuh diatas perbedaan ideologi, agama dan budaya. Singkatnya, meminjam istilah Syafi’I Maarif Bersaudara dalam perbedaan, berbeda dalam persaudaraan.



0 komentar: