Minggu, 01 November 2009

RAMADHAN DAN WAJAH BANGSA KITA By: Suaib Prawono

Tak terasa kita telah berada di bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh dengan kemuliaan, keberkahan, serta bulan “penggelembengan” mental bagi segenap ummat Islam, guna meraih predikat sebagai manusia yang paripurna (insanun kamil) yang tentunya dengan landasan iman dan ketaqwaan, sebagaimana tujuan dan diwajibkan ibadah puasa itu sendiri.
Di sisi lain bulan Ramadhan juga deikenal sebagai bulan pendidikan (syahru tarbiyah) dan bulan latihan, di mana ummat Islam dalam bulan ini dilatih dan dididik, baik secara mental maupun fisik untuk mampu mengendalikan emosi dan nafsu selama sebulan penuh, yang tiada lain merupakan modal utama bagi kita semua untuk mengarungi bulan berikutnya (pasca Ramadhan)
Oleh karena itu, dalam bulan suci ramadhan, kita dilatih dan diajari untuk bersikap dan berprilaku jujur, disiplin, punya rasa solidaritas sosial diantara sesama manusia serta mampu membangun kepribadian diri menjadi manusia yang paripurna sebagai modal utama dalam mengarungi kehidupan dunia ini dan terlebih lagi terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun, dalam wajah lain, nilai-nilai Ramadhan tersebut belum sepenuhnya teraktualisasi dalam dinamika kehidupan bangsa kita. Justru bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang kurang disiplin, tidak jujur, dan tingkat kepedulian sosial yang sangat minim. Sehingga kesenjangan sosial semakin menganga. Kelaparan dan kemiskinan, terjadi dimana-mana. Ironisnya, para elit bangsa ini sibuk mempertontonkan kemewahan mereka di tengah-tengah kemelaratan hidup yang melanda kehidupan bangsa ini.
Bangsa Religius
Tidak diragukan lagi bahwasanya Negara Indonesia adalah Negara yang penduduknya mayoritas ummat Islam dan terbesar di dunia, juga Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius atau sholeh. Namun hal tersebut tidak bisa memberi dampak positif terhadap kehidupan bangsa. Justru di balik kebesaran dan kereligiusan tersebut tersimpan kehidupan yang paradoks.
Memang secara lahiriah bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Tidak ada bangsa lain punya rumah ibadah yang lebih dari mesjid seperti mushollah, surau dan langgar yang sifatnya formal dan non-formal sekaligus ramai pengunjung kecuali di Negeri ini. Akan tetapi pada saat yang sama, bangsa ini juga dikenal sebagai bangsa yang terkorup dan paling culas di dunia, bangsa yang cinta akan kemewahan dan prestyse kehidupan, namun miskin prestasi
Dan juga di Negara ini paling banyak orang yang berbangga dengan gelar atau title akademis yang berderet dan bertumpuk (Drs, MA, Mhum, MM, Prof, Dr, dst ) namun dengan gelar akademisi tersebut, hanyalah sekedar gelar, dikarenakan miskin prestasi serta tidak mampu menyelesaikan problema sosial bangsa ini. Parahnya, justru orang tersebutlah yang paling banyak korupsi di Negara ini. Benarlah kiranya ungkapan yang mengatakan bahwa “krisis yang terjadi dalam kehidupan bangsa ini, bukan disebabkan oleh orang-orang bodoh akan tetapi disebabkan oleh orang-orang cerdas”.
Pertanyaannya kemudian di mana nilai-nilai religius Ramadhan bangsa ini? Yang konon katanya akan membentuk manusia menjadi orang yang beriman dan bertaqwa? Dan apalah gunanya kita mejalankan ibadah Ramadhan setiap tahun, namun prilaku keseharian kita bukanlah cerminan dari doktrin ibadah Ramadhan itu sendiri.
Ritual Formalistik
Ummat Islam di Indonesia telah puluhan tahun melaksanakan ibadah puasa, dan telah beribu-ribu kali telinga ummat Islam di Negeri ini mendengar wejangan atau ceramah Ramadhan dari Ustad dan para Da’I, namun hal tersebut tidaklah sama sekali membawa dampak positif terhadap kehidupan bangsa ini. Justru sebaliknya, keserakahan, kebohongan, penindasan, tindak kriminal dan seabrek persoalan lainnya semakin meningkat setiap tahunnya.
Menurut Hamdan Johannis, fenomena ini terjadi dikarenakan ibadah Ramadhan hanya dimaknai sebagai ritual yang sifatnya mekanistik yang mengesampingkan nilai-nilai substansi yang terkandung dalam ibadah Ramadhan, seperti kejujuran, kedisiplinan, dan rasa solidaritas sosial.
Ritual Ramadhan di mata sebahagian ummat Islam hanyalah sekedar ritual formalistik, sekedar mengugurkan kewajiban tahunan. Kita telah merasa lega ketika ritual tahunan tersebut telah selesai kita tunaikan, setelah itu sikap apatis pun seolah menjadi penyakit tahunan yang datang setiap tahunnya setelah Ramadhan meninggalkan kita.
Dampak dari hilangnya serta bergesernya nilai-nilai substansi Ramadhan dalam dinamika kehidupan kita telah menjalar ke dalam prilaku dan sistem kenegaraan kita, sehingga prilaku dan sistem yang terjadi di Negara ini adalah prilaku culas, kurang disiplin serta korupsi yang tidak terbendung. Akhirnya, wajah bangsa kita yang dulunya diprediksi sebagai Negara yang akan maju dalam memimpin peradaban dunia, berobah menjadi bangsa yang bermental bebal, culas, serakah dan tertinggal. Inilah potret bangsa kita saat ini ….!!!
Perubahan Bangsa
Ramadhan bukanlah sekedar ibadah formalitas yang sifatnya individualistik, akan tetapi lebih dari pada itu. Dalam ibadah Ramadhan terkandung pesan-pesan luhur untuk kemanusiaan dan kehidupan berbangsa. Iman dan taqwa yang merupakan doktrin puasa haruslah senantiasa membumi dan membekas dalam keseharian kita, sebab perubahan bangsa ke arah yang lebih baik hanya bisa diharapkan lahir dari orang-orang yang punya mental iman dan ketaqwaan yang mantap. Tanpa itu, perubahan akan tetap terjadi, akan tetapi perubahan yang mengarah kepada kehancuran bangsa. Oleh karena itu, nilai-nilai substansi yang terkandung dalam ibadah Ramadhan menjadi keniscayaan kepada kita semua ummat Islam untuk senantiasa kita aktualisasikan, apalagi di tengah-tengah kehidupan bangsa kita yang carut-marut sekarang ini.
Saat ini, bangsa kita dalam keadaan kritis, akibat dari merajalelahnya keserakahan, kebiadaban, penyelewengan kekuasaan serta lunturnya solidaritas sosial di antara sesama anak bangsa. Maka dari itu, dibutuhkan sosok pemimpin atau pembaharu yang mampu untuk menyelamatkan kehidupan bangsa ini dari kehancuran.
Sosok pemimpin atau pembaharu yang diharapkan bukan hanya sekedar seorang yang profesional dalam hal teori. Akan tetapi, sosok pembaharu yang diharapkan adalah orang yang di samping punya konsep yang jelas, juga siap untuk bekerja keras, disiplin serta punya mental spritual yang mantap.
Pada akhirnya, bulan Ramadhan sekarang ini adalah bulan muhasabah atau bulan introspeksi diri untuk kita semua guna mempertebal keimanan dan ketakwaan kita kepada Sang Khaliq, sebab seabrek persoalan yang terjadi di Negara ini dikarenakan karena lemahnya keimanan dan ketaqwaan kita kepada Sang Pencipta alam semesta, sehingga kitapun tidak pernah merasa takut dan merasa berdosa akan perbuatan kita. Semoga Ramadhan kali ini membawa berkah kepada kita semua, serta mampu menerangi kehidupan bangsa kita menuju bangsa yang bermartabat dan tercerahkan. Wallahu A’lam bissawab

0 komentar: