Minggu, 01 November 2009

DAMPAK GLOBALISASI BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA Oleh: Suaib Amin Prawono

Globalisasi adalah sebuah penomena yang akhir-akhir ini banyak menjadi perbincangan dalam ruang publik, baik dari kalangan intelektual kampus, budayawan, ahli budaya, agamawan, akademisi kampus, aktifis social, politisi, rakyat, pengamat ekonomi dst. Hampir segala lini disiplin ilmu pengetahuan terlibat dalam membincangkan penomena globalisasi. Walaupun sudut pandang atau landasan pacu mereka berbeda dalam mengamati globalisasi, namun titik atau letak perasaan shock (kaget) hampir dialami oleh semua lini disiplin ilmu dan kehidupan mereka.
Globalisasi, meminjam istilah Nasasruddin Umar mengakibatkan terjadinya shock disegala lini kehidupan Manusia moderen, mulai dari schok teologi (baca: agama) shock ekonomi, politik, cultural, shock people (rakyat) dan tehnologikal. Untuk Negara kita (baca: Indonesia) shock disegala lini telah terjadi dimana-mana mulai dari sabang Sampai Merauke, khususnya schock kehidupan “perut” rakyat Indonesia, yang tidak perna luput dari amantan kita secara ekonomi.
Dalam membaca arus gerak globalisasi, pembacaan ekonomi menjadi sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan oleh realitas kemanusiaan masayarakat Indonesia saat ini. Hal ini dikarenakan manusia adalah mahluk yang bergantung pada materi (homo economicus) yang tanpa dengan modal materi (ekonomi) maka mustahil bagi kita untuk hidup sejahterah, apalagi pada saat sekarang ini dimana persaingan hidup yang sangat ketat, dan banyak didominasi oleh peran individu dalam tatanan kehidupan sosial kita yang berujung pada wilayah privatisasi.
Globalisasi ekonomi yang terjadi di Indonesia, mengakibatkan dua asumsi, antara “berkah dan kutukan”, sebagaiman pembacaan globalisasi yang dikutip dari Bernhard Kieser oleh Trisno S. Susanto :
“di zaman global, kita dipaksa belajar untuk mampu menghadapi sauatu dunia yang tidak lagi monolit, herarkis, dan birokratis, tetapi suatu dunia yang perkembangannya bergerak dengan cepat, yang trasaparan, dan fleksibel, dunia telah memasuki pase baru, dimana masing-masing orang harus memikul tanggung jawab akan hidupnya sendiri, ia harus menaklukkan dan menguasai tubuhnya sendiri supaya dapat bertahan dan berhasil dalam dunia yang diwarnai oleh konpetisi yang sangat ketat. Sementara itu banyak orang yang secara Fisik, biologis, dan intelektual tidak mampu, dan secara rohani tidak sanggup menyusuiakan diri ,ini akan segera mendapati bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak dibutuhkan”.
Kutipan panjang dari tulisan Trisno diatas semakin memperjelas dampak globalisasi pada pola kehidupan rakyat yang berbangding lurus dengan realitas yang terjadi di Negara kita saat ini, seperti busung lapar, kemiskinan, konfilik agama, suku dan konflik politik, yang tidak lepas dari pengaruh kontalasi ekonomi global atau lebih dikenal dengan istilah kapilisme global.
Pegertian Globalisasi
Veri Verdiansa, dalam tulisanya Globalisasi Dan Teologi Pembebasan mengatakan bahwa: Globalisasi adalah sebuah konsef dengan kata dasar The globe (Inggris) atau lamonde (Perancis), yang berarti bumi, dunia ini. Maka globalisasi atau globalization (Inggris) mondialisaton (Perancis) secara netral bahasawi dapat didepenisikan sebagai proses menjadikan semuanya satu bumi, satu dunia (Verdiansa, 2005: hlm, 86) namun perlu untuk ditelaah lebih jauh, selain dari sudut pandang bahasa bahwa globalisasi sebagai sebuah konsef juga di cetuskan oleh berbagai macam tatanan lain yang saling terkait, baik dari sudut ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, tehnologi dan budaya.
George Soros (ekonom) dalam mendepenisikan globalisasi mengatakan bahwa: globalisasi adalah system capital global yang mana dicirikan atau dimaknai bukan hanya dengan bergulirnya pasar bebas akan tetapi lebhi khusus bergeraknya modal, yang mengakibatkan lahirnya dua asumsi yaitu negative dan positip (berkah atau kutukan)
Negativ dan positif dalam makna globalisasi menurut hemat kami, adalah ibarat dua sisi pisau bermata dua yang mengakibatkan dampak buruk (negatif) bagi kehidupan Negara kita seperti lahirnya nilai-nilai ekonomi khususnya Faham ekonomi yang bersipat liberal dan Neo liberal yang sering dimaknai sebagai sebuah faham yang mengacu pada system ekonomi politik yang “mengurangi” untuk tidak mengatakan menghilangkan campur tangan pemerintah dalam system ekonomi domestik, mengikuti faham pasar bebas akan mengakibatkan terjadinya privatisasi sumbu-sumbu ekonomi rakyat yang tentunya akan berbanding lurus dengan meningkatnya angka kemiskinan dan pengaguran di Negara ini.
Kemudian sisi positif dari globalisasi dapat digambarkan dengan adanya kemajuan disegala lini khususnya dalam bidang komunikasi dan trasfortasi.
Dari dua pengertian gelobalisasi diatas paling tidak kita sudah mendapatkan entri poin dalam mencoba memahami dan mengekplorasi globalisasi terutama globalisasi ekonomi yang melahikan system ekonomi neo liberalisme di Negara kita.
Dalam konteks ini, paradigma ekonomi global menjadi penting untuk kita pahami sebab ini terkait dengan penomena perekonomian yang melanda bangsa ini yang mengakibatkan terjadinya ketergantungan ekonomi kepada Negara-negara asing
Paradigma Word System
Selama ini kita membaca perubahan-perubahan khususnya perubahan ekonomi yang terjadi dinegara kita semata-mata terjadi sebagai dinamika internal yang terputus dari perubahan-peubahan global, dan bahkan setiap perbincangan yang mengarah pada skenario global untuk perubahan di Indonesia dianggap sebagai sebuah pemikirang konsfiratif yang tidak ilmiah, tidak jernih dan menimbulkan permusuhan di masyarakat, dan bahkan ironisnya versi sejarah Indonesia tidak pernah berani mengungkap keterlibatan pihak-pihak asing dalam pelbagai pergolakan dan persoalan ekonomi di Negara ini selama dekade awal kemerdekaan RI. Pendek kata, menurut herianto, sejarah Indonesia adalah sejarah menipulatif (Heri Herianto Azumi, 2005. hlm 29)
Ungkapan Heri, diatas hanya sekedar mengingatkan kepada kita bahwasanya perubahan, khususnya perubahan ekonomi tidak pernah lepas dari kontruksi global, baik kontruksi politik global, budaya dan tehnologi. Sebab, menurut Heri membaca perubahan di Indonesia tanpa melibatkan pembacaan konteks global akan menuai kegagalan, gagal dalam artian kita hanya ikut menikmati keramaian sebuah pasar malam tapi tidak mendapatkan apa-apa dari keramaian tersebut selain hanya menjadi penonton yang harus membayar harga tiket, padahal kita menontong dalam gedung pertunjukan kita sendiri.(Azumi, 2005. hlm 29)
Globalisasi dan free trade, yang selama ini banyak mewarnai ruang diskusi kita hanya berorientasi pada pembenaran masuknya modal asing kedalam Negara kita tanpa menekankan atauran-atauran yang ketat, ini diakibatkan karana kita gagal dalam mengeja Negara ini sebagai bahagian dari panggung globalisasi.
Oleh karena itu, kita harus melihat Indonesia dalam gambar yang lebih besar lagi yaitu dunia, dimana kita melihat Indonesia sebagai bahagian dari system dunia, dengan mengenali relasinya tentang apa yang sedang terjadi dalam sebuah peristiwa oleh system tersebut untuk beroperasi.
Adalah Immanuel Wellerstein bersama dengan teman-temannya memperkanalkan sebuah konsef system dunia sebagai alat baca, menurutnya, dalam pandangan Word-sistemizers dunia ini terbagi dalam dua wilayah kerja (international divison of labor) yaitu “Core” dan “Periphery” dan diantara keduanya terdapat wilayah teransisi yang biasa dikenal dengan wilayah penyangga (semi periphery)
Periphery adalah Negara pingiran (marginal), Negara yang hanya bertugas sebagi suplayer bahan baku Negara untuk kepentingan Negara-negara asing. Sedangkan Core adalah inti dan penyangga sirkulasi ekonomi politik mereka (Negara asing)
Gambaran tentang peta relasi global yang digambarkan oleh Immanuel Wellerstein, semakin jelas dan nampak terjadi dinegara kita dan telah banyak mengorogoti system perokonomian bangsa ini, akhinya kelumpuan ekonomi bangsa ini segara akan terjadi jika tidak ada antisipasi yang konkrit untuk itu.
Globalisasi yang berpijak pada paham liberalisme yang tiada lain berorientasi pada penyingkiran segenap rintangan yang dapat menghantam lajunya pasar bebas
Pasar bebas (free trade market) yang biasa juga dikenal dengan istilah Neo liberalisme yaitu paham yang mengacu pada ekonomi politik, akibat dari neolibaralisme mengakibatkan sumbu-sumbu ekonomi Indonesia dikeruk oleh kapitalisme global, contohnya Freeport di Papua, Exxon di cepu Jawa Tengah dan di Natuna Riau
Gerak kapitalisme global dinegara kita, sebagaimana yang digambarkan oleh Jamaluddin Faisal Hasim, Bahwasanya gerakan ini adalah gerakan yang bisa ditandai dengan dua hal :
Pertama: Multi Lateralisme, yang orientasinya mengara pada penguasaan badan-badang pemerintah yang merupakan ekspansi dari gerakan eksploitasi kapitalisme global (Bank Dunia, WTO dan IMF) yang ketiganya adalah merupakan kepentingan Negara maju yaitu Amerika serikat, Canada, Perancis, Italia dan Jepang .
Kedua: Trasnasionalisasi. Menguatnya monopoli dan konsentrasi modal serta kekuasaan ekonomi kepada kepentingan korporasi dunia, posisi Negara kita dalam intrumen ini mengakibatkan perangkat kenegaraan kita seperti hukum, polisi, militer diarahkan untuk melindungi hak kepemilikan kelas penguasa dan control terhadap ekonomi, mengakibatkan pihak kekuasaan (politik) tidak mampu memperthankan kekuasaanya tanpa dengan bantuan ekonomi koorporasi.(Hasim, 2005, hlm 240)
Dampak Globalisasi Terhadap Perekonomian Indonesia
Globalisasi dalam menjalangkan gerakanya disponsori oleh :
Pertama ; Komunikasi, dimana dalam hal ini tidak mengandung “keterbatasan” ruang dan waktu seperti yang ada pada tehnologi moderen. Kedua Corporation, hal ini telah berhasi membagun kerja sama di Negara kita, khusunya pemerintahan sehinga terjadilah apa yang disebut sebagai privatisasi. Ketiga; Kapital yaitu perputaran modal atau modal menjadi penentu gerak lini kehidupan bangsa khususnya dibidang politik (lihatlah misalnya kampeye politik yang membutuhkan dana mulai dari milliaran hingga trilliunan) keempat; Consumer terciptanya tatanan masayarakat, yang dari sudut pangdang kebudayaan disebut sebagai masyarakat “konsumeristik”, bukan menjadi masyarakat yang produktif dan kereatif.
Keempat gambaran diatas adalah merupakan perangkat wajib bagi globalisasi dalam mengjalangkan operasi pada dunia ketiga khususnya operasi ekonomi.
Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya laju tehnologi membuat Negara-negara miskin (tehnologi) termasuk Indonesia menjadi tergantung kepada Negara asing, imbas dari dari globalisasi ekonomi ini khususnya dalam bidang tehnologi membuat bangsa ini bergantung pada Negara adi kuasa yang yang dalam hal ini adalah Amerika Serikat sebagai pemilik “tunggal ” tehnologi canggih dan bahkan ini sangat memberi penguruh kepada roda perekonomian Negara kita, sebab tidak mungkin suatu Negara dapat maju secara ekonomi tanpa di topan oleh tehnologi canggih, sehingga berdapak pada lahirnya faksionalisasi (suntikan) modal dari Negara asing, untuk kepemelikan tehnologi tersebut dalam melengkapi urusan infra struktur Negara. akhirnya konputer, sofwere dan alat-alat pesawat terbang semuanya bersal dari Amerika Serikat. Sehingga secara ekonomi dan tehnologi Amerika kemudian menjadi tumpuan Negara miskin khususnya Indonesia.
Hartono Wingjowito mengatakankan, bahwasanya ekonomi Amerika lebih didominasi oleh industri perdagangan, oleh karenaya, tehnologi senjata menjadi prioritas utama dalam perdagangan mereka sebagi sumber devisa negarnya, dan fatalnya ini berakibat pada terciptanya konflik dan ajang bisnis senjata, lihatlah apa yang terjadi di irak, iran afganistan dll.
Dampak globalisasi ekonomi atau istilah krennya dikenal dengan neoliberal telah menjebak Negara-negara miskin khususnya Indonesia dan mengakibatkan Negara ini hanya sebagai perangkat core untuk kemajuan bangsa-bangsa corporasi.
Globalisasi neoliberal yang memperoleh bentuk konkrit dalam lima paket yang senantiasa didegung-dengunkan yaitu ;
(1)liberalisasi pasar seluas-luasnya bagi gerak modal, barang dan jasa. (2) memotong pengeluaran public dalam pelayanan social, seperti bahan bakar miyak dst (3) deregulasi untuk mengurangi semaksimal mungkin campur tangan pemerintah (4) privatisasi badang-badang usaha milik negara untukl demi alas an efesiensi, seperti industri strategis, jalan raya, listrik air minum dll (5) menghapus barang-barang pablik (public goods) atau komunitas dan mengatikanya dengan tanggung jawab kepemilikan individu.

Maka dari itu, dampak yang ditimbulakan dari gerakan tersebut dalah: ketimpangan sosial, kemiskinan rakyat, pengurangan upah buru, pengurangan perbelanjaan pablik dan deregulasi kerja.
Keluar Dari Cengraman Kapitalisme Global
Dari uraian singkat diatas, telah membuahkan gambaran yang sangat jelas kepada kita bahwasanya kapitalisme global adalah semacam sindrom atau mungkin monter ganas yang bakal bisa melumat habis kekayaan Negara jika kita lalai akan gerakanya. maka dari itu mencari solusi untuk Negara kita menjadi penting.
Fajroel Rahman, salah seorang aktivis Negara demokrasi dan kesejahteraan mengatakan bahwa, penting untuk mengeluarkan bangsa ini dari cengraman kapitalisme global. Fajroel dalam komentarnya memberikan dua solusi yaitu:
Pertama : Kita harus mampu melakukan renegosiasi dengan kaum kapitalis mengenai kepemilikan atau asset-aset Negara, dalam artian mengaktifkan perang fungsi Negara sebagai pengayom rakyat demi untuk membangun kesejateraannya.
Kedua : merevitalisasi kembali konsef Bung Hatta tengtang pembagunan koperasi sebagai sumbu utama perekonomian rakyat, yang dalam arti lainya dikenal dengan istilah pembangunan ekonomi kerakyatan yang emansipatoris.
Dari dua solusi yang ditawarkan oleh Fajroel Rahman diatas menurut hemat kami masih minim, masih dibutuhkan tambahan solusi, paling tidak tambahan solusi bisa disebutkan sebagai berikut:
Pertama : penguatan Civil. Penguatan civil dalam artian menyadarkan pemikiran (membagun kesadaran realistic) mereka akan sebuah penonomena ekonomi bangsa yang tidak lepas dari kontalasi politik global.
Kedua : Persatuan koletif yang bukan atas landasan bingkai diskriminatif, yang diharapkan akan melahirkan cara pangdang kolektif dan agenda kolektif sebagi bentuk gerakan antisipasi globalisasi ekonomi liberal
Ketiga : menguatkan Hukum atau aturan kenegaraan guna menciptakan aturan yang ketat bagi pengusaha asing dan mengoptimalkan pemberantasan korupsi di Negara ini mulai dari korupsi milliaran sampai trilliyunan.

0 komentar: