Minggu, 29 Januari 2012

Degradasi Mentalitas Kepemimpinan; Telaah Kritis Terhadap Sistem Kepemimpinan KPM-PM[1]


Oleh; Suaib Amin Prawono[2]

Tidak bisa dipungkiri bahwasanya krisis yang terjadi dibangsa ini adalah buah dari krisis ekonomi dan kepemimpinan. Kedua krisis ini menjadi salahsatu peyebab berbagai persoalan bangsa terjadi dan semakin menumpuk dari tahun ke tahun dan tidak mampu diselesaikan dalam setiap pergantian episode kepemimpinan. Olehnya itu, pepatah lama yang mengatakan bahwa “hanya keledai yang bisa jatuh pada lubang yang sama” nampaknya menjadi istilah yang pas untuk kita disematkan terhadap sistem kepemimpinan bangsa ini.
Persoalan yang cukup akut, yang terkait dengan sistem kepemimimpinan adalah persoalan mental, dimana sebahagian pemimpin di bangsa ini tidak punya kepedulian serta sikap yang tegas terhadap berbagai persoalan yang terjadi. Justru bangunan sistem kepemimpinan di bangsa ini seolah menjadi “moster” yang menakutkan dan melumat habis semua sistem dan struktur kenegaraan kita. Sehingga sturuktur dan sistem kenegaraan pun menjadi lumpuh, semerawut dan berbuah penderitaan yang tiada akhir bagi rakyat kecil bangsa ini.
Akibat dari semua itu, dalam pentas dunia, bangsa kita kehilangan martabat dan harga diri. Rakyat kitapun seenaknya saja diperlakukan secara semena-mena oleh bangsa lain. Lihat saja beberapa kasus yang pernah terjadi, seperti kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI)  di Arab Saudi dan Malasia, pahlawan devisa negara ini diperlakukan secara semena-mena oleh majikannya, tempat mereka bekerja dan mengabdi. Mereka diperlakukan tidak obahnya seperti binatan, disiksa, distrika, di usir, tidak diberi upa, dan bahkan ada yang sampai diperkosa dan dibunuh. Dan lagi-lagi persoalan ini tidak pernah mendapat respon dari pihak pemerintah.
Demikin juga dengan kekayaan alam yang melimpah di bangsa ini, hampir semuanya dijarah oleh korporasi global yang dimotori oleh bangsa Asing, dan mengakibatkan sebahagian generasi bangsa Indonesia menjadi buru di negeri sendiri. Sungguh ironis kehidupan bangsa kita, bangsa yang seharusnya mampu memamfaatkan kekayaan sumber daya alamnya untuk kesejahteraan rakyat, mala diserahkan kepada bangsa lain untuk dikelolah. Menurut Gusdur, hal ini disebabkan karena pemimpin bangsa ini penakut dan lebih suka melayani bangsa asing ketimbang melayani rakyat sendiri. Akibatnya, nasionalisme yang nota bene menjadi ideologi kebangsaan kita nyaris hilang, karena tergadai oleh berbagai kepentingan materi, politik, kelompok dan faksionalisasi modal asing.
Selain itu, pencurian dan perampokan aset kekayaan negara secara berjamaah juga tidak pernah mendapat respon serius dan tegas dari pemimpin bangsa ini. Bahkan seolah hal tersebut dibiarkan begitu saja terjadi tanpa ada upaya sedikitpun untuk menyelesaikannya. Fenomena ini juga sekaligus menjadi salah satu bukti betapa pemimpin bangsa ini mengalami keterpurukan moral yang pada akhirya melahirkan kekecewaan dan ketidak percayaan rakyat bangsa ini terhadap pemimpinnya. Lalu apa arti sebuah negara dan seorang pemimpin jika kepercayaan rakyatnya sudah mulai memudar? tidakkah untuk membangun bangsa yang bermartabat ditentukan oleh sikap dan kepatuhan rakyat terhadap pemimpinnya?
Olehnya itu, tidaklah mengherangkan jika isu kudeta menjadi senjata yang ampuh ditelorkan oleh beberapa kalangan, khususnya mereka yang merasa dirugikan. Tapi masalahnya kemudian, apakah persoalan bangsa ini akan selesai dengan kudeta? Dan sudah berapa kali bangsa ini gonta ganti pemimpin, namun hasilnya tetap sama dan bahkan pada aspek tertentu malah semakin mengalami kemunduran?
Tentunya tulisan ini tidak bermaksud untuk menyoroti secara tuntas persoalan kepemimpinan bangsa, apalagi untuk menawarkan solusi dari persoalan tersebut. Tulisan ini hanya sekedar pengantar dan sekaligus sebagai bentuk refleksi akan cara pangdang kita terhadap sebuah fakta sosial yang terkait dengan persoalan kepemimpinan. Dan dari refleksi tersebut kita akan mampu memahami persoalan besar yang tentunya dilahirkan dari persoalan kecil yang terkadang dianggap sepele oleh sebahagian orang.

Membaca Mentalitas Kepemimpinan KPM-PM
Kesatuan Pelajar Mahasiswa Polewali Mandar (KPM-PM) adalah organisasi daerah yang sifatnya legal, bisa diibaratkan sebagai negara kecil yang tidak pernah sunyi dari barbagai masalah. Stagnasi kepemimpinan dalam kubu KPM-PM sejak dari dulu sudah menjadi persoalan yang akut dan mentradisi dalam setiap episode kepengurusan. Ketidak jelasan struktur kepengurusan, mulai dari tingkatan cabang sampai kepegurus pusat, serta orientasi gerakan yang tidak jelas adalah merupakan fenomena yang lazim terjadi dan nyaris tidak mampu diselesaikan dalam setiap pergantian episode kepengurusan.
 Tentunya hal ini tidak lepas dari persoalan mentalitas kepemimpinan di KPM-PM yang notabene telah mentradisi dari tahun ke-tahun, dimana setiap fase kepemimipinan tidak mampu mengayomi dan mengarahkan bawahannya untuk bersikap lebih progresif dalam menata gerak dan dinamika organisasi. Dan yang lebih memiriskan lagi, persoalan ini ibarat kumbangan masalah yang tidak pernah selesai dan terus mewarnai dinamika KPM-PM dalam setiap pergantian kepengurusan. Sehingga yang terus dibicarakan lebih lanjut adalah persoalan yang sudah menahun dan tidak pernah dipikirkan solusianya.  
Tentunya persoalan mental kepemimipinan tidak hanya terpaut dengan keberanian dan keteguhan dalam menghadapi berbagai gelombang masalah yang menghadang, melaingkan juga sikap cerdas dan tegas dalam membaca persoalan serta mencari solusi dari berbagai persoalan yang terjadi. Jika tidak seperti itu, maka nasib KPM-PM bisa di ibaratkan seperti kapal yang karam di tegah lautan sebelum berlabuh ditepih pantai. 
Olehnya itu, sebagai pemimpin atau nahkoda kapal dibutuhkan mentalitas yang kuat dalam menapak setiap gelombang masalah dan mampu melihat masalah secara optimis serta nalar berpikir yang tidak terkuci pada persoalan, melaingkan lebih pada upaya untuk mencari solusi dari masalah yang terjadi. Olehnya itu, sikap keterbukaan, musyawarah (berdialog baik secara kultur dan struktur) dan kejujuran seorang pemimpin menjadi hal yang sangat penting untuk diaktualisasikan dalam sistem kepemimpinan organisasi. Dan tentunya hal tersebut tidak akan berjalan secara efektif jika tidak dikordinasi dengan baik oleh pemimipin KPM-PM dengan melibatkan beberapa elemen pendukung seperti Badan Pertimbangan Organisasi (BPO), Dewan Pembina Prganisasi (DPO) dan senior-senior KPM-PM lainnya.

Tantangan Mentalitas Kepemimpinan


“Jika engkau akan menaklukkan sebuah wilayah, maka taklukkan dulu mental penghuninya,
sebab jika mental mereka sudah rapuh, maka mereka  akan kehilangan kepercayaan diri, dan kalau kepercayaan diri mereka sudah hilang,  maka yakinlah negara atau daerah tersebut tidak akan bisa bangkit untuk melakukan perlawanan” (Prawono, 2012)

Kutipan ini segaja kami hadirkan sebagai bahan renungkan kita bersama, bahwasanya betapa mentalitas itu sangat penting, sebab bukan hanya terkait pada persoalan harkat dan martabat diri kita dan bangsa kita, melaingkan juga kepercayaan diri untuk bisa bangkit menjadi bangsa yang bermartabat. Dalam arti yang lebih kontekstual, mental menjadi salah satu penentu dan prasyarat kemajuan organisasi, degradasi mentalitas akan melahirkan sistem dan struktur kepemimpinan yang rapuh.
Terkait dengan persoalan mentalitas kepemimpinan ini, menurut hemat kami, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terdegradsinya mentalitas kepemimpinan kita, yaitu: pertama, teror. Era sekarang teror atau ancaman menjadi senjata yang ampuh dihebuskan oleh beberapa pihak yang tiada lain sebagai upaya untuk melemahkan lawan politiknya. Kerena itu, teror sudah lazim dihadapi oleh setiap pemimpin. Namun, bagi mereka pemimpin yang bermental kerupuk bisa saja akan menciutkan nyali kepemimpinannya dan jika ini yang terjadi maka bisa mengakibatkan stagnasi organisasi serta akan berakibat  seperti karamnya kapal ditegah perjalanannya sebelum menepih.
Kedua; Giuran materi. Hal ini menjadi penyakit yang akut dalam setiap lembaga, entah ia dalam bentuk negara maupun struktur organisasi. Kita bisa menyaksikan barapa banyak organisasi terpecah dan bahkan ada yang sampai gulung tikar akibat persoalan materi (baca; uang) yang salah urus. Olehnya itu, pemimpin yang betul-betul seorang pemimpin adalah mereka yang tidak menjadikan materi sebagai tujuan, melainkan menjadikan materi sebagai sarana untuk menggapai kesuksesan. Kekayaan materi bukanlah jaminan kesuksesan organisasi, justru yang menjadi jaminan adalah gagasan. Gagasan yang brillian dan progresif akan menghadirkan materi. Sehingga dengan demikian, organisasi kita bukanlah organisasi yang menghamba dan di perbudak oleh modal/materi, melaingkan organisasi yang mampu memperbudak materi/modal sebagai sarana menuju kesuksesan.
                Ketiga; bersikap masa bodoh dan tidak bertanggung jawab, sikap seperti ini yang biasanya menimbulkan kekecewaan terhadap seorang pemimpin. Pemimipin yang bermasa bodoh dan tidak bertanggung jawab akan mengundang berbagai persoalan yang bisa jadi menambah beban kepengurusan, dimana persoalan lama belum selesai ditambah lagi denngan persoalan yang baru. Meskipun bersikap masa bodoh pada hal-hal tertentu dibutuhkan, namun perlu kehati-hatian untuk menerapkan sikap seperti ini, sebab tidak semua konteks bisa diterapkan. Disinilah pentingnya kelihaian seorang pemimpin untuk membaca konteks dimana sikap tersebut mampu dioperasikan dengan baik.
Tentunya ketiga hal diatas adalah sebuah tantangan yang mutlak untuk dihadapi bagi setiap pemimpin. Sehingga (sekali lagi) mentalitas menjadi penting untuk disemangatkan. Kenapa mentalitas ini penting? oleh karena maju mundurnya organisasi sangat tergantung pada persoalan mental pemimpin dan pengurusnya. 
Menjadi seorang pemimpin tentunya bukan perkara yang mudah sebab selain dibutuhkan keuletan berpikir dan bekerja, juga harus disiapkan mental yang kuat dalam menghadapi berbagai masalah yang terjadi. Sebab masalah akan selalu hadir dan terkadang membuat kita pesimis. Meski demikian, kita harus mampu memahami bahwasanya dimana-mana seorang pemimpin akan diperhadapakan dengan berbagai masalah, dan sudah menjadi kodratnya untuk seperti itu. Dan bukanlah seorang pemimpin yang sejati dan kesatria jika ia lari dari masalah, sebab karakter seperti itu tidak bertanggung jawab. Olehnya itu, sebesar apapun masalah yang dihadapi oleh seorang pemimpin bukanlah sesuatu hal yang harus dihindari, melainkan harus dihadapi dan diselesaikan dengan baik.
Harus dipahami secara bersama, bahwasanya seorang pemimpin dilahirkan untuk menyelesaikan masalah, bukan untuk menambah masalah yang telah ada. Menghadapi dan menyelesaikan masalah adalah sebuah proses pendewasaan diri dan juga menjadi tolak ukur mentalitas kepemimpinan kita. Kehebatan seseorang pemimpin tidak hanya diukur dari seberapa banyak ia menghindari masalah, melaingkan juga dilihat dan diukur dari  seberapa banyak masalah yang  telah ia selesaikan selama menjadi pemimpin. Seorang pemimpin yang berjiwa visioner adalah mereka yang mampu berpikir solusi bukan berpikir masalah, sebab baginya masalah harus lebih dahulu diselesaikan sebelum menggapai kesuksesan. Dan tentunya untuk menyelesaikan masalah tersebut dibutuhkan kesabaran sebab kesabaran adalah kunci kesuksesan hidup.
 Kesabaran adalah mentalitas yang wajib dimiliki oleh setiap pemimpin. Kesabaran adalah cerminan dari kepribadian diri manusia yang cerdas dan bijak, dan hanya dengan kesabaran pula kita mampu menyelasaikan semua persoalan yang ada serta mampu mengantarkan kita menjadi manusia yang besar, sebagaimana ungkapan bijak yang mengatakan bahwa tidak ada pelaut yang ulung dan besar lahir dari badai yang kecil melaingkan lahir dari badai yang besar, dan tidak ada manusia besar di dunia ini tanpa berhadapan dengan persoalan besar.

Pemimipin Sebagai Pelopor

“Janganlah engakau menjadi pelapor, tapi jadilah sebagai pelopor, yang bukan hanya mampu merebut gagasan, tapi juga mampu menjadikan gagasan sebagai pelopor perubahan”
(Mandar Julia, PC PMII Jember)

Dalam konteks budaya Mandar, kepemimpinan bukan hanya sekedar amanat teologis yang bersifat Ilahiah, melainkan juga dimaknai sebagai harga diri (siri) yang senantiasa harus mampu disadari dan melekat pada diri seorang pemimpin. Seorang pemimipin harus merasa malu jika ia tidak mampu berbuat baik terhadap mereka yang dipimpinya. Pada masa lalu, Siri’ di tanah Mandar tidak hanya sekedar menjadi wacana kebudayaan, akan tetapi juga menjadi semacam power kekuasaan bagi seorang pemimpin. Dengan power siri tersebutlah seorang pemimpin di Mandar mampu menjadi pelopor kehidupan rakyatnya. Sehingga tercipta tutur kata kepemimpinan yang malaq’bi dan sekaligus menjadi amanat kepemimpinan yang mentradisi secara turun temurun di daerah Mandar.
Hal tersebut, sebagaimana yang ditulis oleh Muh. Idham Kholid Bodhi dalam bukunya yang berjudul Lokal Wiasdom, Untaian Mutiara Hikmah dari Mandar Sulawesi Barat. “Naiyya mara’dia tammatindo dibongi Tarrarei di allo, namandandang mata dimamatanna daung ayu, dimalimbonganna rura, dimadinginna lita’, diajarianna banne tau, diattepuanna agama” (seorang pemimpin tidak boleh tidur nyenyak diwaktu malam dan tidak boleh berdiam diri diwaktu siang, tetapi ia harus senantiasa memperhatikan hijau suburnya daun kayu, dalam dangkalnya tebat, aman tentramnya negara, berkembang biaknya manusia, serta terjadinya kemantapan hidup beragama)
Terjadinya ketidak puasan oleh beberapa pihak terkait dengan sistem kepemimpinan di KPM-PM belakangan ini dan berakibat pada lahirnya dualisme kepemimpinan, tentunya adalah sesuatu hal yang sangat disayangkan terjadi. Padahal harus dipahami bahwa ketidak beresan sistem kepengurusan KPM-PM saat ini adalah hasil produksi masa lalu yang terwariskan secara turun temurun yang takkunjung terselesaikan dalam setiap pergantian regenerasi. Menghakimi dan Mempersalahkan kepengurusan KPM-PM periode hari ini tertulah bukan sikap yang bijak, justeru yang harus dilakukan adalah menjadi pelopor perubahan dan merekontruksi ulang tradisi kepemimpinan yang dianggap buruk tersebut.
Olehnya itu, implementasi dari makna siri ini tidak hanya mesti terkontruksi dalam sistem kepemimpinan struktural negara atau daerah, melaingkan juga harus mampu dibumikan dalam sistem kepemimpinan organisasi KPM-PM. Siri harus mampu kita rumuskan secara bersama-sama dengan melibatkan BPO, Pegurus dan senior-senior lainnya demi untuk kemajuan organisasi KPM-PM. Demikian juga, siri harus mampu kita rumuskan untuk menjadi mentalitas kepemimpinan, sebab hanya dengan jalan itu semangat kepedulian dan jiwa kepeloporan kita akan tercipta dengan baik.
Tentunya kutipan di atas adalah sebuah refleksi yang cukup cerdas dan bijak dimana kita dianjurkan untuk menjadi seorang pelopor, buka menjadi pelapor. Sebab menjadi pelopor adalah perbuatan “pecundang” yang seoalah pasrah dengan keadaan. Demikian juga, kita harus hati-hati menerima informasi dari seorang pelapor, sebab kabayakan orang yang bekerja sebagai pelapor adalah provokator.
Pada akhirnya, hanya kebersamaanlah harapan dan dambaan kita semua untuk kembali merebut gagasan pencerahan sebagai langka awal menjadi pelopor perubahan, khususnya dalam internal KPM-PM dan Polewali Mandar pada umumnya. Sehingga dengan itu pula tercipata kembali kejayaan KPM-PM sebagaimana yang pernah terjadi pada masa awal berdirinya organisasi tercinta ini. Sekian, dan salam damai untuk semua……


[1] Tulisan ini disampaikan dalam acara pelatihan kepemimpinan yang diadakan oleh KPM-PM di Benteng Somba Opu pada hari sabtu, 04 februari 2012.

[2] Suaib Amin Prawono Adalah aktivis Yayasan Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat (YKPM) dan sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Umum Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat (KKMSB) Kota Makassar, Perioede 2011-2014.

0 komentar: