Secara teologis, keanekaragaman tersebut adalah merupakan karunia Tuhan yang tak ternilai harganya, darinya manusia Indonesia belajar tentang pentingnya menghargai perbedaan, hidup toleran dan berinteraksi dengan baik tanpa ada sekat perbedaan diantara mereka.
Keanekaragaman tersebutlah yang memperjelas identitas bangsa, serta membuka ruang kesadaran bagi sebahagian warga masyarakat Indonesia tentang pentingnya mengelolah keanekaragaman, sebab keanekaragaman tersebutlah yang menjadi salah satu pilar kebangsaan serta turut mengokohkan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak dari dulu.
Kehidupan kebangsaan yang multikultur ini dipertegas dalam satu semboyan bernama “Binneka Tunggal Ika” (berbeda-beda tapi satu). Sebuah falsafah kehidupan yang tidak hanya mengambarkan realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang pluralistik, melainkan telah menjadi dasar konstitusi NKRI dalam upaya mendorong kehidupan kebangsaan yang humanis, demokratis dan toleran.
Penetrasi
Global
Meski
demikian, arus globalisasi yang menyeruak ke dalam sendi-sendi kehidupan kita
dewasa ini ternyata tidak selamanya membawa dampak positif bagi kehidupan
bangsa. Penetrasi globalisasi baik dalam bentuk politik, ekonomi dan budaya mengakibatkan
tergusurnya identitas kebangsaan dari ruang kehidupan sosial kita, tergantikan
dengan pola kehidupan baru yang bersifat individual, liberal dan fundamental. Akibatnya, nilai-nilai kebangsaan pun tidak mampu menjadi pendorong lahirnya semangat kebersamaan diantara sesama anak bangsa. Hal ini semakin diperparah saat kesadaran berbangsa mulai menipis akibat euforian globalisasi yang diterima menurut hukum pasar bebas. Sehingga bangsa inipun tidak mampu bangkit dari keterpurukannya. Jangankan bangkit dari keterpurukan, menyelesaikan persoalan internalnya saja tak kunjung tercapai.
Sementara itu, tidak jarang pula, perbedaan indentitas dijadikan sebagai alasan oleh kelompok tertentu untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok lain yang nota bene berbeda dengan komunitasnya yang pada akhirnya praktek kehidupan seperti itu hanya akan menggiring identitas kebangsaan yang tidak lagi ramah dan toleran dalam menyapa perbedaan, melainkan berubah menjadi radikal dan keras.
Sikap fanatisme dan arogansi kelompok atau mazhab yang berlebihan disatu sisi menjadi penyebeb berbagai kasus kekerasan, seperti konflik komunal yang berbarengan dengan aksi radikal yang mengatasnamakan agama serta penghakiman terhadap kelompok tertentu (minoritas) makin marak terjadi. Celakanya lagi, fenomena tersebut tidak jarang berbarengan degan tindak kekerasan yang mengatas-namakan identitas, ideologi, budaya dan Ras, yang tentunya akan mematahkan semangat kehidupan kebangsaan. Identitas kebangsaan pun semakin tidak jelas saat gerakan terorisme menjadi fenomena baru dan marak terjadi belakangan ini, sehingga ia pun menjadi kehawatiran bersama, karena gerakan tersebut tidak hanya melukai jalinan kebangsaan, melainkan juga menjadi ancaman kalangsungan kehidupan bangsa.
Ancaman
Terorisme
Munculnya gerakan radikalisme yang beriringan dengan aksi teroris menunjukkan bahwa gerakan politisasi agama semakin berkembang dan terus memperluas jaringannya. Radikalisme agama tentunya tidak hanya terkait pada persoalan interpertasi agama yang sifatnya ekslusif, melainkan juga sangat erat kaitannya dengan persoalan sosio-ekonomi dan politik yang terjadi di bangsa ini.
0 komentar:
Posting Komentar