Kamis, 11 Juli 2013

Identitas Bangsa Dalam Ancaman

Bangsa Indonesia tidak hanya terkenal sebagai bangsa yang kaya akan kekayaan alamnya, malainkan juga dikenal sebagai bangsa yang kaya akan berbagai keanekaragaman, baik budaya, agama, ideologi dan Ras.
 

Secara teologis, keanekaragaman tersebut adalah merupakan karunia Tuhan yang tak ternilai harganya, darinya manusia Indonesia belajar tentang pentingnya menghargai perbedaan, hidup toleran dan berinteraksi dengan baik tanpa ada sekat perbedaan diantara mereka.


Keanekaragaman tersebutlah yang memperjelas identitas bangsa, serta membuka ruang kesadaran bagi sebahagian warga masyarakat Indonesia tentang pentingnya mengelolah keanekaragaman, sebab keanekaragaman tersebutlah yang menjadi salah satu pilar kebangsaan serta turut mengokohkan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak dari dulu.

Kehidupan kebangsaan yang multikultur ini dipertegas dalam satu semboyan bernama “Binneka Tunggal Ika” (berbeda-beda tapi satu). Sebuah falsafah kehidupan yang tidak hanya mengambarkan realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang pluralistik, melainkan telah menjadi dasar konstitusi NKRI dalam upaya mendorong kehidupan kebangsaan yang humanis, demokratis dan toleran.

Penetrasi Global
Meski demikian, arus globalisasi yang menyeruak ke dalam sendi-sendi kehidupan kita dewasa ini ternyata tidak selamanya membawa dampak positif bagi kehidupan bangsa. Penetrasi globalisasi baik dalam bentuk politik, ekonomi dan budaya mengakibatkan tergusurnya identitas kebangsaan dari ruang kehidupan sosial kita, tergantikan dengan pola kehidupan baru yang bersifat individual, liberal dan fundamental. 

Akibatnya, nilai-nilai kebangsaan pun tidak mampu menjadi pendorong lahirnya semangat kebersamaan diantara sesama anak bangsa. Hal ini semakin diperparah saat kesadaran berbangsa mulai menipis akibat euforian globalisasi yang diterima menurut hukum pasar bebas. Sehingga bangsa inipun tidak mampu bangkit dari keterpurukannya. Jangankan bangkit dari keterpurukan, menyelesaikan persoalan internalnya saja tak kunjung tercapai.

Sementara itu, tidak jarang pula, perbedaan indentitas dijadikan sebagai alasan oleh kelompok tertentu untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok lain yang nota bene berbeda dengan komunitasnya yang pada akhirnya praktek kehidupan seperti itu hanya akan menggiring identitas kebangsaan yang tidak lagi ramah dan toleran dalam menyapa perbedaan, melainkan berubah menjadi radikal dan keras.

Sikap fanatisme dan arogansi kelompok atau mazhab yang berlebihan disatu sisi menjadi penyebeb berbagai kasus kekerasan, seperti konflik komunal yang berbarengan dengan aksi radikal yang mengatasnamakan agama serta penghakiman terhadap kelompok tertentu (minoritas) makin marak terjadi. Celakanya lagi, fenomena tersebut tidak jarang berbarengan degan tindak kekerasan yang mengatas-namakan identitas, ideologi, budaya dan Ras, yang tentunya akan mematahkan semangat kehidupan kebangsaan. Identitas kebangsaan pun semakin tidak jelas saat gerakan terorisme menjadi fenomena baru dan marak terjadi belakangan ini, sehingga ia pun menjadi kehawatiran bersama, karena gerakan tersebut tidak hanya melukai jalinan kebangsaan, melainkan juga menjadi ancaman kalangsungan kehidupan bangsa.

Ancaman Terorisme

Munculnya gerakan radikalisme yang beriringan dengan aksi teroris menunjukkan bahwa gerakan politisasi agama semakin berkembang dan terus memperluas jaringannya. Radikalisme agama tentunya tidak hanya terkait pada persoalan interpertasi agama yang sifatnya ekslusif, melainkan juga sangat erat kaitannya dengan persoalan sosio-ekonomi dan politik yang terjadi di bangsa ini.

Menurut Fuad Fanani, radikalisme berawal dari sebuah paham atau tafsir agama yang sifatnya ekslusif yang kemudian bertemu dengan realitas kehidupan sosial yang timpan. Lebih jauh lagi, AM. Hendro Priyono mengambarkan terorisme laksana sebuah pohon yang akarnya merupakan ideologi fundamentalisme kemudian dipupuk dengan konstalasi geopolitik global dengan atmosfer benturan peradaban. Ranting, cabang serta bantannya laksana organisasi terorisme. Sementara pelakunya seperti daun-daun yang dengan mudah gugur dan berganti dengan tunas yang baru. Sehingga dengan demikian, terorisme tidak ubahnya seperti daun yang dengan mudah gugur dan terbakar oleh matahari, sehingga pohonnya pun menjadi subur sebab ia menjadi pupuk kehidupan (Priyono, 2010). 

 Pada konteks ini terorisme dilihat sebagai kejahatan yang terorganisir, yang tidak hanya menyisakan tragedi kemanusiaan, melainkan juga mengancam eksistensi NKRI, sebab gerakan tersebut berpotensi merusak jalinan persaudaraan, kebersamaan dan kepercayaan diantara sesama anak bangsa. Oleh itu, meminjam pendapat K.H. Hasyim Muzadi, fenomena terorisme yang terjadi dibangsa ini tidak hanya dilihat pada peristiwa pengebomannya, tetapi akar ideologi yang mendasari gerakannya tersebut juga harus menjadi perhatian serius bagi semua kalangan. Sebab jika tidak demikian, bangsa ini akan selamanya berada dalam ancaman kekerasan.

0 komentar: