Balack Campaign Vs Kearifan Demokrasi
Meski perhelatan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) Sulawesi Selatan (Sulsel) masih dalam hitungan Bulan dan Tahun, nampaknya strategi dan hawa politik yang dihembuskannya
cukup terasa. Beredarnya berita Gubernur Narkoba lewat The Tabloid dibeberapa daerah di Sulsel baru-baru ini yang
kemudian diduga sebagai aksi gerakan balack
campaign (BC) terhadap kandidat tertentu, semakin memperjelas bahwasanya
dinamika perpolitikan di derah ini semakin tidak sehat. Fakta tersebut pun seolah
menjadi sinyal akan redupnya kearifan demokrasi politik di Sulsel.
Gerakan BC nampaknya telah menjadi
sesuatu hal yang lumrah terjadi dalam setiap momen Pilkada. Sehingga ia pun seolah
menjadi strategi yang cukup fenomenal di bangsa ini, dan segaja dilakukan oleh
oknum tertentu sebagai upaya untuk menacapai tujuan yang diinginkannya. Pola
gerakan BC dikemas dalam bentuk yang cukup rapih dan terorganisir. Sehingga
terkadang membuat kita sulit untuk mengetahui lebih jauh siapa dalang dari prilaku
tersebut.
Dalam konteks sosial politik, BC
bukanlah sesuatu yang sifatnya netral, melaingkan dia adalah bahagian dari
strategi politik yang sarat akan berbagai kepentingan, dan bisa saja dihadirkan
sebagai bentuk pendzaliman terhadap diri sendiri untuk mengundang rasa simpati
masyarakat, atau bisa juga di scenario-kan
oleh orang lain atau lawan politik seorang kandidat dengan tujuan untuk merusak
serta menghabisi citra dan popularitas politiknya.
Fenomena tersebut pun telah menyisakan
berbagai persoalan yang cukup rumit. Sebab selain pelakunya sulit dideteksi,
juga bisa melahirkan gesekan sosial akibat kesalah pahaman, fitnah, kecurigaan serta
stigma negative terhadap kandidat tertentu. Demikian juga, prilaku provokatif tersebut
akan mengundang kekisruhan sosial, lahirnya mental pecundang dalam dunia
politik, serta redupnya kearifan demokrasi yang senantiasa mengedapankan
nilai-nilai kejujuran, kemanusiaan, dan keharmonisan sosial sebagaimana yang
menjadi landasan moralitas masyarakat Sulsel pada umumnya.
Fenomena tersebut, jika tidak disikapi
dengan penuh kearifan, maka tidak menutup kemungkinan kegaduhan politik akan
semakin menjadi-jadi dan akan mematikan nalar kearifan politik generasi bangsa kita
ke depan. Sehingga Budaya sipakatau,
sipakala’qbi, dan sipakainga yang merupakan cerminan dan sekaligus menjadi identitas
kehidupan sosial masyarakat kita lambat laun akan sirna dan tergantikan dengan
pola perpolitikan yang semakin tidak beradab.
Kearifan
Demokrasi
Meski demokrasi bukanlah sebuah tradisi yang
lahir dari rahim bangsa kita, namun bukan berarti subtansi demokrasi tidak
pernah ada dibangsa ini. Jauh sebelum istilah demokrasi di dipopulerkan oleh
para pemikir modern, subatansi demokrasi telah menjadi bahagian dari prilaku kehidupan
masayarakat Nusantara, khususnya masyarakat Sulsel pada masa lampau.
Jika
salah satu makna subatansi demokrasi adalah terbagunnya prilaku hidup yang
humanis melalui sikap menghargai kehidupan orang lain, belaku jujur serta mampu
mengedepankan sikap dialogis dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial yang
terjadi, maka prilaku tersebut bukanlah prilaku yang asing bagi sebahagian
warga sulsel, melaingkan telah terkontruksi dalam pola kehidupan sosial mereka.
Pola kehidupan tersebut lebih dikenal dengan istilah budaya sipakatau, sipakala’qbi, dan sipakainga.
Budaya tersebut juga sekaligus menjadi cerminan
moralitas kehidupan masyarakat Sulsel yang senantiasa mereka terjemahkan dalam
laku kehidupan sosial mereka serta tidak jarang pula dihadirkan dalam upaya
untuk membangun sprit kehidupan demokrasi agar tercipta interaksi sosial yang
humanis, toleran dan dialogis baik dalam dalam konteks kehidupan sosial,
ekonomi terlebih lagi dalam konteks politik yang sarat dengan berbagai
kepentingan.
Olehnya itu, demokrasi yang tidak berlandaskan
pada keariafan lokalnya, hanya akan melahirkan demokrasi semu, serta prilaku
hidup secara sosial yang tidak sehat. karena kearifan demokrasi hanya bisa berdiri
tegak diatas sistem politik yang sehat dan ditopan oleh krakter kebudayaan yang
melekat pada setiap daerah tersebut.
Terlepas dari misi dan tujuan BC dalam setiap
momentum percaturan politik, tentunya prilaku tersebut adalah sesuatu yang sangat
bertentangan dengan kearifan demokrasi bangsa ini, sebab ia telah mencederai
kehidupan kemanusiaan yang mengedepankan semangat kebersamaan, penghargaan
terhadap nilai kemanusiaan serta telah mematikan krakter kebudayaan lokal bangsa
kita. Sehingga ia pun tidak pantas disandingkan dengan kehidupan demokrasi apalagi
menjadi landasan pembangunan peradaban bangsa yang lebih manusiawi.
0 komentar:
Posting Komentar