Kamis, 11 Juli 2013

Toleransi Di Tegah Keanekaragaman Bangsa

Keanekaragaman yang ada di bangsa ini tentunya tidak hanya menjadi fakta kehidupan, melainkan telah menjadi identitas kebangsaan yang tumbuh dan berkembang jauh sebelum bangsa ini menjadi satu kesatuan yang utuh, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bhineka Tunggal Ika yang dicetuskan oleh salah seorang philosof lokal Nusantara, Mpu Tantular pada abad XIV telah menjadi simbol dan sekaligus menjadi semboyan persatuan bangsa ini mulai dari Sabang sampai Merauke.

Konsep ini lahir dari sebuah fakta dimana kehidupan sosial masyarakat Indonesia sarat dengan keanekaragaman, baik agama, ideologi, politik, budaya dan ras yang tentunya keberadaannya tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. Selain itu, sembonyan Bhineka Tunggal Ika sekaligus menjadi bukti bahwasanya  kepedulian terhadap keanekaragaman dan pentingnya persatuan dari berbagai latar belakang perbedaan telah menjadi kesadaran hidup bagi sebahagaian masyarakat Indonesia sejak dari dulu.

Kesadaran ini terkontruksi dalam bentuk prilaku toleransi dengan melihat perbedaan bukan hanya sebagai bawaan hidup manusia, melainkan sebuah kekayaan yang harus dirayakan dan dilestarikan dalam peraktek kehidupan sosial masyarakat demi memperkaya pemahaman dan keutuhan jalinan persaudaraan diantara sesama, sehingga dengan itu pula kita dapat berkesimpulan bahwasanya masyarakat Indonesia sejak dari dulu telah terbiasa dengan keanekaragaman.

Olehnya itu, sangat disayangkan jika belakangan ini, dominasi berbagai kepentingan dan klaim kebenaran turut campur dalam megelolah keanekaragaman tersebut dan mengakibatkan kehidupan sosial bangsa ini semakin terkotak-kotak serta semakin terdegradasi akibat letupan konflik sosial dan berbagai ancaman kekerasan (baca;teror) yang terjadi diberbagai wilayah bangsa kita saat ini. Fenomena tersebut pun semakin memperjelas bahwasanya mengelolah keanekaragaman atau pluralitas dan multikulturalisme bangsa bukanlah perkara mudah, apalagi di tegah maraknya fundamentalisasi agama dan indentitas.

Meski demikian, patut pula untuk disyukuri karena bangsa ini masih bisa berdiri kokoh dengan simbol dan indentitas keanekaragamannya, meskipun badai kekerasan dalam bentuk teror dan konflik komunal, datang silih berganti menerpa kehidupan sosial masyarakat bangsa ini.

Itegrasi Bangsa
Keanekaragaman yang ada di bangsa ini bisa menjadi sumber harmoni, namun pada sisi yang lain juga bisa menjadi sumber konflik dan disintegrasi bangsa. Oleh karenanya, sangat penting untuk mengelolah keanekaragaman tersebut melalui pendekatan kebudayaan dan sejarah kebangsaan kita. sebab struktur dasar masyarakat bangsa ini adalah apa yang lahir dari rahim budaya dan tradisinya sendiri, bukan apa yang datang dari luar (Barat dan Timur Tengah). 

Terkait hal ini, menarik untuk mengutip pendapat Sri Sultan Hamengku Buwono X, bahwasanya Pluralisme adalah kesadaran untuk menghargai agama dan perbedaan yang ada pada orang lain dengan tetap mampu membedakan antara konsep pluralisme ala Barat dan Indonesia. Bhineka tunggal ika adalah merupakan gagasan pluralisme dan multikulturalisme ala Indonesia yang harus diwujudkan sebagai strategi integrasi kebangsaan untuk mengakomodir  semua lapisan perbedaan yang ada. (Sri Sultan Hamengkubuwono, 2013).

Meski demikian, bukan berarti gagasan yang dilontarkan Sri Sultan tersebut adalah bentuk eklusivisme  pemikiran, dengan menafikan gagasan yang datang dari luar, melainkan sebuah upaya untuk menyelami makna kearifan lokal bangsa dengan mencoba mendialogkannya dengan berbagai gagasan yang sedang berkembang tanpa harus tercerabut dari akar dan falsafah kebudayaan bangsa ini, sebab menjadi seorang pluralis yang toleran tidak mesti harus kehilangan identitas. 

Sehingga dengan demikian, wacana pluralisme dalam konteks Indonesia bukan lagi sebagai wacana baru, atau cara pandang dari hasil gagasan pluralisme ala Barat, melainkan betul-betul lahir dari hasil pengalaman dan reflesksi kehidupan sosial masyarakat Nusantara. 

Toleransi
Perbedaan tidak hanya terjadi karena foktor biologis, melainkan juga karena faktor Teologis, dimana perbedaan adalah sebuah keniscayaan Ilahiah yang tidak mungkin bisa dipungkiri keberadaanya. Perbedaan agama, budaya dan identitas adalah sebuah skenario dan keniscayaan hidup yang berasal dari Tuhan untuk manusia, dan akan selamanya ada seiring dengan dinamika kehidupan ummat manusia di dunia ini. 
Mengelolah keanekaragamana tersebut  bukan perkara mudah, apalagi jika hal tersebut sudah terkait pada persoalan politik, identitas dan akidah. Oleh karenanya, dibutuhkan kerja keras dan kesabaran dalam memperjuangkan pluralisme. Pluralisme adalah upaya untuk memperindah keragaman melalui sikap toleransi, bukan untuk memperkeruh perbedaan apalagi menyelesaikan perbedaan dengan tindakan refresif dan radikal.
Dalam konteks Indonesia, toleransi menjadi kata kunci pengelolaan keanekaragaman tersebut. Toleransi harus lahir dari kesadaran hidup tiap manusia untuk menghargai perbedaan, hidup berdampingan secara damai serta mampu berinteraksi dengan baik tanpa ada sekat perbedaan agama, suku dan budaya.

(Tulisan ini pernah dimuat dalam kolom opini Tribun Timur, 12 Maret 2013)

                     



Identitas Bangsa Dalam Ancaman

Bangsa Indonesia tidak hanya terkenal sebagai bangsa yang kaya akan kekayaan alamnya, malainkan juga dikenal sebagai bangsa yang kaya akan berbagai keanekaragaman, baik budaya, agama, ideologi dan Ras.
 

Secara teologis, keanekaragaman tersebut adalah merupakan karunia Tuhan yang tak ternilai harganya, darinya manusia Indonesia belajar tentang pentingnya menghargai perbedaan, hidup toleran dan berinteraksi dengan baik tanpa ada sekat perbedaan diantara mereka.